Kemarin
tanggal 2 Juni 2013, adalah hari yang luar biasaaaa bagiku. Setelah 7
bulan sakit dan terbatas untuk berpergian sesuka hati seperti dulu, hari
itu menjadi pertama kalinya aku berpergian ke taman wisata semenjak
sakit. Setiap hal yang jadi pertama kali ku lakukan, saat ini menjadi
terasa sangat special. Kemarin ini pun jadi special karena aku diajak
Ononk ‘pangeranku’ untuk berwisata ke Tangkuban Parahu.
Inilah
yang paling aku sukai dari Bandung, banyak wisata alam yang bisa di
datangi dengan cepat dan mudah saat kau mulai jenuh dengan keadaan untuk
sedikit menyegarkan pikiran (Tapi tidak mudah untukku yang geraknya
terbatas walaupun tempat itu dekat dan sedang jenuh luar biasa.). Ya,
aku sedang merasa jenuh dan bosan belakangan ini, akhirnya semua sirna
berganti senyum setelah petualangan kemarin.
Usai
menemani Ononk siaran di Jalan Jurang, kami berangkat pukul 10:30wib.
Sepanjang perjalanan menuju Tangkuban Parahu , aku teringat kenangan
tahun 2009 saat aku dan Ononk pernah berpetualang di Tangkuban Parahu.
Kami berjalan kaki dari kawah Ratu di bagian puncak menuju kawah Upas.
Setelah dari Upas kami lanjutkan berjalan kaki ke kawah Domas.
Sebenarnya
sih ada jalan singkat yang bisa di tempuh dari gerbang Domas menuju
kawah Domas yang hanya berjarak 1,2 kilometer saja. Tapi saat itu aku
dan Ononk memilih berpetualang dari kawah Ratu menuju kawah Domas bersama beberapa pejalan kaki lainnya yang jaraknya otomatis menjadi lebih jauh.
Seru?
So pasti! Kami bergembira, dan setibanya di Domas, kami menikmati apa
yang Domas sajikan. Karena keasyikan berada di Domas, tak terasa kami
berdua berada disana hingga 3 jam karena Ononk sangat cinta dengan
kawah, lava, gas, batu vulkanik, sejarah letusan dan segala macam tetek
bengek tentang gunung berapi yang istilahnya tidak begitu kupahami tapi
dia terus saja asyik menjelaskan sementara aku diam mendengarkan (dan
sulit ngerti).
Jangan
kira kalian akan melihat kami berdua dalam kondisi duduk berdampingan
dengan manis merebus telur dengan air panas di kawah sambil berpegangan
tangan atau berpelukan. No, dia di mana, aku di mana! Ononk
kalau sudah bertemu gunung berapi, seperti bertemu kekasih sejatinya,
dan aku tiba-tiba akan berubah posisi menjadi pihak ketiga yang terusir.
Harus diam dan tidak boleh mengusik, sehingga aku harus mencari
kesibukan sendiri.
Selesai
berbincang mesra dengan Domas kekasihnya, juga karena suasana yang
sudah sepi maka kami pun kembali pulang menuju kawah Ratu. Hanya tinggal
kami berdua manusia yang menyusuri hutan sepanjang jalan menuju kawah
ratu ditemani Anjing-anjing liar dan kegelapan karena waktu menunjukkan
pukul 18:20Wib.
Bayangan kenangan itu membuatku tersenyum, tidak sabar dan bertanya-tanya dalam hati “Kira-kira nanti Ononk bakal lupain aku lagi kayak waktu itu nggak ya kalau sudah sampai di Tangkuban Parahu?”
****
“Apa
kabar sayang?” Bisik Ononk menyapa kekasihnya saat kami tiba di
Tangkuban Parahu. Saat itu waktu menunjukkan pukul 11:30. perjalanan
kami 1 jam, agak lama karena tadi jalanan sedikit macet juga ada antrean
panjang di SPBU, padahal normalnya dari jalan Jurang hanya butuh waktu
kurang lebih 30 menit saja.
Usai membeli tiket masuk dengan harga Rp. 13.000,-/orang dan Rp.5.000,- untuk 1 motor, total yang kami bayarkan adalah Rp.31.000,-. Lalu kami pun bergegas menuju bagian puncak.
Setelah memarkirkan motor, kami memilih untuk mengisi perut terlebih dahulu agar ada tenaga untuk mulai berpetualang. Ulukutek lenca, tumis kentang dan oseng tempe cabe gendot juga Paru
untuk Ononk menjadi menu pilihan makan kami. Teh tawar dan Es teh
manis jadi pilihan minum yang pas. Total biaya makan kami berdua
Rp.38.000,-, harga yang masih wajar bukan? Oh iya, kalian harus coba
Ulukutek lenca jika datang ke Bandung ya, rasanya maknyuss. Beres makan,
kami diam dulu sebentar agar makanan mendarat dengan cukup baik di
dalam perut kami, setelah itu petualangan pun di mulai.
4
tahun lalu adalah benar-benar sebuah petualangan menyusuri hutan dan
kemarin siang itu juga adalah sebuah petualangan karena kondisiku sudah
tidak lagi sama seperti 4 tahun silam. Kami tidak ke Upas atau pun Domas
karena kami hanya mengitari kawah Ratu, itu pun sudah seru luar biasa
bagiku.
Langkah
kaki ku yang tidak sempurna, tangan kiri yang masih belum banyak
berfungsi, juga medan penuh batu dan terjal, membuat segalanya terasa
dahsyat bagiku. Ada sih jalan yang mulus dan bisa di lewati dengan motor
tanpa harus berjalan kaki dengan cara mengitari seputar kawah melalui
toko-toko penjual souvenir. Tapi kami memilih untuk berpetualang dengan
mengitarinya melalui pinggiran kawah yang di batasi dengan pagar karena
ingin melihat lebih dekat lubang kecil baru yang timbul akibat letusan
beberapa waktu lalu.
Ini
adalah perjalanan yang seru sekali karena ternyata Ononk tidak
melupakanku. Setiap kali aku menemui jalan menurun dengan pijakan tangga
berbatu yang tidak rata, aku takut dan was-was lalu berkata “Aku takut
keguling Ononk, nanti masuk ke kawah!”
“Ada aku, kamu pegangan sama aku ya sayang, Insya Allah bisa.” Jawabnya.
Selangkah
demi selangkah kami susuri jalan dengan pelan dan dia dengan sabar
memegang tanganku di setiap jalanan menurun namun terkadang aku juga
melangkah terlalu cepat karena terlalu bersemangat hingga Ononk
mengingatkanku beberapa kali.
Tiba
di dekat lubang letusan baru, aku duduk di atas sebuah batu dan
kubiarkan Ononk asyik dengan ‘kekasihnya’. Aku menempatkan diri sebagai
pihak ketiga yang tahu diri! Ononk benar-benar menikmati
perbincangannya dengan bahasa yang hanya dimengerti olehnya dan alam,
tapi aku selalu suka jika ekspresi wajahnya sedang begitu. Aku
menikmati sebuah pemandangan cinta yang tidak terjebak dalam konsep
raga.
Tidak
mau kalah, aku pun menikmati keindahan alam semesta. Wangi belerang,
hijau dan abu-abunya warna air di kawah Ratu, asap dari letusan lubang
baru, batu-batuan, hijaunya pepohonan, pasir yang berwarna abu-abu dan
cream, beberapa pasangan yang sedang berbincang mesra, bibir-bibir turis
asing yang sedang tersenyum dan asyik berbincang, beberapa pecinta
fotografi dengan berbagai macam pose saat membidikan kamera guna
mendapat hasil terbaik, orang tua yang sedang bercerita pada anaknya,
gelak tawa para rombongan wisatawan, tukang foto langsung jadi yang
sedang sibuk menawarkan jasanya, juga seorang perempuan cantik yang
tampaknya risih akibat salah kostum karena dia menggunakan dres mini
yang longgar sementara angin bertiup kencang sehingga dia kerepotan
menahan bagian bawah dresnya juga rambut panjangnya yang dibiarkan
terurai.
Aku
menikmati semua pemandangan itu sambil beberapa kali membenarkan
kerudungku yang tertiup angin seolah angin sedang menyapaku dengan
kejahilan cintanya yang akhirnya mampu membuatku tersenyum.
Usai
menikmati moment cinta dengan kekasihnya, Ononk menghampiri aku kekasih
ber-raga nya. Dia mengajakku melanjutkan perjalanan. Kali ini tidak
lagi melalui pinggiran kawah Ratu karena kami melewati jalan mulus
dengan berbagai macam toko souvenir di kiri kanan jalan. Ada baju-baju
rajutan, daster-daster batik, ukiran nama pada kayu yang berbentuk
cantik, aneka ragam hiasan rumah, peralatan rumah tangga yang unik,
aneka perhiasan cantik dan banyak barang lainnya yang mereka pajang.
Kami
beristirahat sejenak di lapak seorang ibu penjual minuman ringan dan
gorengan untuk menghilangkan dahaga. Saat melihat mushola di dekat
bangunan bertuliskan: bagian informasi, kami pun menunaikan kewajiban
terlebih dahulu dan saat wudhu airnya mberrrrhhh dingin minta ampun
sekaligus menyegarkan.
Kami
duduk-duduk sebentar di kursi-kursi batu yang teduh seusai menunaikan
kewajiban. Setelah itu, aku meminta pada Ononk untuk melanjutkan
perjalanan mengitari kawah Ratu ke bagian atas. “Tenagaku masih banyak.”
Ucapku, namun di tolak dan dia pun memberikan pengertian padaku bahwa
jarak yang tadi kutempuh sudah cukup jauh dan karena ini baru pertama,
maka aku tidak boleh terlalu berlebih, dia juga berjanji untuk kali
berikutnya aku boleh berjalan lebih jauh tapi untuk hari ini sudah cukup
katanya. Aku menurut walau agak sedikit kecewa tapi itu juga bukan
saran yang buruk.
Sebelum
pulang aku di ajak menaiki tangga ke bagian atas gedung bertuliskan:
bagian pengamanan. Ononk mempersilahkanku menikmati Tangkuban Parahu
dari atas gedung dan kupikir mungkin ini adalah ritualnya mengucap salam perpisahan dengan kekasihnya yang tak ber-raga manusia.
Akupun
menebar senyum ke segala arah, menghirup aroma belerang, menikmati
perbincangan Ononk melalui ekspresi wajahnya, menikmati senyum di bibir
setiap orang, menyaksikan rona bahagia para pengunjung Taman Wisata
Alam Tangkuban Parahu, juga melihat para pedagang yang sedang berjuang
menawarkan daganganya. Lalu aku berkata dalam hati “Selamat tinggal
kekasih Ononk yang tidak ber-raga manusia. Kopo – Tangkuban Parahu
tidaklah jauh, dikemudian hari saat aku diberi kesempatan untuk
mengunjungimu kembali, aku akan mengitarimu lebih jauh seperti 4 tahun
silam. Terima kasih telah berbagi cinta Ononk denganku dan aku akan
menjadi Madumu yang
terbaik. Selamat tinggal Tangkuban Parahu penuh cinta yang bisa terus
kupandangi saat aku berada di rumah atau dari belahan Bandung lainnya.
Dadah bukti kebesaran Allah SWT yang menjadi saksi petualangan langkah
kakiku bersama cinta Allah dalam wujud cinta Ononk. Bye, sampai jumpa
lagi ya! Muaccchhh!”
Kami
turun dan melangkah menuju parkiran, saat itu ada tasbih cantik dari
batu dan Ononk membelikannya untukku sebagai pengganti tasbihku yang
sudah rusak agar menambah kecintaan pada Allah yang Maha Kuasa.
Tidak lupa, aku juga merapal terima kasih di dalam hati pada Allah, Tuhan semesta alam. Inilah keajaiban di bulan Juni.
Juni tawa
Juni bahagia berteman air mata haru
Juni penuh cinta dan kejutan
Juniku
Juni kita
NB: Kalau Anda ke Bandung, mampir ke Tangkuban Parahu ya dan ukirlah cinta di sana. :)
@sutrimanik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar