Selasa, 11 Juni 2013

Tangkuban Parahu Penuh Cinta

ononk dengan kekasihnya yang tak ber raga manusia

Kemarin tanggal 2 Juni 2013, adalah hari yang luar biasaaaa bagiku. Setelah 7 bulan sakit dan terbatas untuk berpergian sesuka hati seperti dulu, hari itu menjadi pertama kalinya aku berpergian ke taman wisata semenjak sakit. Setiap hal yang jadi pertama kali ku lakukan, saat ini menjadi terasa sangat special. Kemarin ini pun jadi special karena aku diajak Ononk ‘pangeranku’ untuk berwisata ke Tangkuban Parahu.
Inilah yang paling aku sukai dari Bandung, banyak wisata alam yang bisa di datangi dengan cepat dan mudah saat kau mulai jenuh dengan keadaan untuk sedikit menyegarkan pikiran (Tapi tidak mudah untukku yang geraknya terbatas walaupun tempat itu dekat dan sedang jenuh luar biasa.). Ya, aku sedang merasa jenuh dan bosan belakangan ini, akhirnya semua sirna berganti senyum setelah petualangan kemarin.
Usai menemani Ononk siaran di Jalan Jurang, kami berangkat pukul 10:30wib. Sepanjang perjalanan menuju Tangkuban Parahu , aku teringat kenangan tahun 2009 saat aku dan Ononk pernah berpetualang di Tangkuban Parahu. Kami berjalan kaki dari kawah Ratu di bagian puncak menuju kawah Upas. Setelah dari Upas kami lanjutkan berjalan kaki ke kawah Domas.
Sebenarnya sih ada jalan singkat yang bisa di tempuh dari gerbang Domas menuju kawah Domas yang hanya berjarak 1,2 kilometer saja. Tapi saat itu aku dan Ononk memilih berpetualang dari kawah Ratu menuju kawah Domas bersama beberapa pejalan kaki lainnya yang jaraknya otomatis menjadi lebih jauh.
Seru? So pasti! Kami bergembira, dan setibanya di Domas, kami menikmati apa yang Domas sajikan. Karena keasyikan berada di Domas, tak terasa kami berdua berada disana hingga 3 jam karena Ononk sangat cinta dengan kawah, lava, gas, batu vulkanik, sejarah letusan dan segala macam tetek bengek tentang gunung berapi yang istilahnya tidak begitu kupahami tapi dia terus saja asyik menjelaskan sementara aku diam mendengarkan (dan sulit ngerti).
Jangan kira kalian akan melihat kami berdua dalam kondisi duduk berdampingan dengan manis merebus telur dengan air panas di kawah sambil berpegangan tangan atau berpelukan. No, dia di mana, aku di mana! Ononk kalau sudah bertemu gunung berapi, seperti bertemu kekasih sejatinya, dan aku tiba-tiba akan berubah posisi menjadi pihak ketiga yang terusir. Harus diam dan tidak boleh mengusik, sehingga aku harus mencari kesibukan sendiri.
Selesai berbincang mesra dengan Domas kekasihnya, juga karena suasana yang sudah sepi maka kami pun kembali pulang menuju kawah Ratu. Hanya tinggal kami berdua manusia yang menyusuri hutan sepanjang jalan menuju kawah ratu ditemani Anjing-anjing liar dan kegelapan karena waktu menunjukkan pukul 18:20Wib.
Bayangan kenangan itu membuatku tersenyum, tidak sabar dan bertanya-tanya dalam hati “Kira-kira nanti Ononk bakal lupain aku lagi kayak waktu itu nggak ya kalau sudah sampai di Tangkuban Parahu?”
****

“Apa kabar sayang?” Bisik Ononk menyapa kekasihnya saat kami tiba di Tangkuban Parahu. Saat itu waktu menunjukkan pukul 11:30. perjalanan kami 1 jam, agak lama karena tadi jalanan sedikit macet juga ada antrean panjang di SPBU, padahal normalnya dari jalan Jurang hanya butuh waktu kurang lebih 30 menit saja.
Usai membeli tiket masuk dengan harga Rp. 13.000,-/orang dan Rp.5.000,- untuk 1 motor, total yang kami bayarkan adalah Rp.31.000,-. Lalu kami pun bergegas menuju bagian puncak.
Setelah memarkirkan motor, kami memilih untuk mengisi perut terlebih dahulu agar ada tenaga untuk mulai berpetualang. Ulukutek lenca, tumis kentang dan oseng tempe cabe gendot juga Paru untuk Ononk menjadi menu pilihan makan kami. Teh tawar dan Es teh manis jadi pilihan minum yang pas. Total biaya makan kami berdua Rp.38.000,-, harga yang masih wajar bukan? Oh iya, kalian harus coba Ulukutek lenca jika datang ke Bandung ya, rasanya maknyuss. Beres makan, kami diam dulu sebentar agar makanan mendarat dengan cukup baik di dalam perut kami, setelah itu petualangan pun di mulai.
4 tahun lalu adalah benar-benar sebuah petualangan menyusuri hutan dan kemarin siang itu juga adalah sebuah petualangan karena kondisiku sudah tidak lagi sama seperti 4 tahun silam. Kami tidak ke Upas atau pun Domas karena kami hanya mengitari kawah Ratu, itu pun sudah seru luar biasa bagiku.
Langkah kaki ku yang tidak sempurna, tangan kiri yang masih belum banyak berfungsi, juga medan penuh batu dan terjal, membuat segalanya terasa dahsyat bagiku. Ada sih jalan yang mulus dan bisa di lewati dengan motor tanpa harus berjalan kaki dengan cara mengitari seputar kawah melalui toko-toko penjual souvenir. Tapi kami memilih untuk berpetualang dengan mengitarinya melalui pinggiran kawah yang di batasi dengan pagar karena ingin melihat lebih dekat lubang kecil baru yang timbul akibat letusan beberapa waktu lalu.
Ini adalah perjalanan yang seru sekali karena ternyata Ononk tidak melupakanku. Setiap kali aku menemui jalan menurun dengan pijakan tangga berbatu yang tidak rata, aku takut dan was-was lalu berkata “Aku takut keguling Ononk, nanti masuk ke kawah!”
“Ada aku, kamu pegangan sama aku ya sayang, Insya Allah bisa.” Jawabnya.
Selangkah demi selangkah kami susuri jalan dengan pelan dan dia dengan sabar memegang tanganku di setiap jalanan menurun namun terkadang aku juga melangkah terlalu cepat karena terlalu bersemangat hingga Ononk mengingatkanku beberapa kali.
Tiba di dekat lubang letusan baru, aku duduk di atas sebuah batu dan kubiarkan Ononk asyik dengan ‘kekasihnya’. Aku menempatkan diri sebagai pihak ketiga yang tahu diri! Ononk benar-benar menikmati perbincangannya dengan bahasa yang hanya dimengerti olehnya dan alam, tapi aku selalu suka jika ekspresi wajahnya sedang begitu. Aku menikmati sebuah pemandangan cinta yang tidak terjebak dalam konsep raga.
Tidak mau kalah, aku pun menikmati keindahan alam semesta. Wangi belerang, hijau dan abu-abunya warna air di kawah Ratu, asap dari letusan lubang baru, batu-batuan, hijaunya pepohonan, pasir yang berwarna abu-abu dan cream, beberapa pasangan yang sedang berbincang mesra, bibir-bibir turis asing yang sedang tersenyum dan asyik berbincang, beberapa pecinta fotografi dengan berbagai macam pose saat membidikan kamera guna mendapat hasil terbaik, orang tua yang sedang bercerita pada anaknya, gelak tawa para rombongan wisatawan, tukang foto langsung jadi yang sedang sibuk menawarkan jasanya, juga seorang perempuan cantik yang tampaknya risih akibat salah kostum karena dia menggunakan dres mini yang longgar sementara angin bertiup kencang sehingga dia kerepotan menahan bagian bawah dresnya juga rambut panjangnya yang dibiarkan terurai.
Aku menikmati semua pemandangan itu sambil beberapa kali membenarkan kerudungku yang tertiup angin seolah angin sedang menyapaku dengan kejahilan cintanya yang akhirnya mampu membuatku tersenyum.
Usai menikmati moment cinta dengan kekasihnya, Ononk menghampiri aku kekasih ber-raga nya. Dia mengajakku melanjutkan perjalanan. Kali ini tidak lagi melalui pinggiran kawah Ratu karena kami melewati jalan mulus dengan berbagai macam toko souvenir di kiri kanan jalan. Ada baju-baju rajutan, daster-daster batik, ukiran nama pada kayu yang berbentuk cantik, aneka ragam hiasan rumah, peralatan rumah tangga yang unik, aneka perhiasan cantik dan banyak barang lainnya yang mereka pajang.
Kami beristirahat sejenak di lapak seorang ibu penjual minuman ringan dan gorengan untuk menghilangkan dahaga. Saat melihat mushola di dekat bangunan bertuliskan: bagian informasi, kami pun menunaikan kewajiban terlebih dahulu dan saat wudhu airnya mberrrrhhh dingin minta ampun sekaligus menyegarkan.
Kami duduk-duduk sebentar di kursi-kursi batu yang teduh seusai menunaikan kewajiban. Setelah itu, aku meminta pada Ononk untuk melanjutkan perjalanan mengitari kawah Ratu ke bagian atas. “Tenagaku masih banyak.” Ucapku, namun di tolak dan dia pun memberikan pengertian padaku bahwa jarak yang tadi kutempuh sudah cukup jauh dan karena ini baru pertama, maka aku tidak boleh terlalu berlebih, dia juga berjanji untuk kali berikutnya aku boleh berjalan lebih jauh tapi untuk hari ini sudah cukup katanya. Aku menurut walau agak sedikit kecewa tapi itu juga bukan saran yang buruk.
Sebelum pulang aku di ajak menaiki tangga ke bagian atas gedung bertuliskan: bagian pengamanan. Ononk mempersilahkanku menikmati Tangkuban Parahu dari atas gedung dan kupikir mungkin ini adalah ritualnya mengucap salam perpisahan dengan kekasihnya yang tak ber-raga manusia.
Akupun menebar senyum ke segala arah, menghirup aroma belerang, menikmati perbincangan Ononk melalui ekspresi wajahnya, menikmati senyum di bibir setiap orang, menyaksikan rona bahagia para pengunjung Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu, juga melihat para pedagang yang sedang berjuang menawarkan daganganya. Lalu aku berkata dalam hati “Selamat tinggal kekasih Ononk yang tidak ber-raga manusia. Kopo – Tangkuban Parahu tidaklah jauh, dikemudian hari saat aku diberi kesempatan untuk mengunjungimu kembali, aku akan mengitarimu lebih jauh seperti 4 tahun silam. Terima kasih telah berbagi cinta Ononk denganku dan aku akan menjadi Madumu yang terbaik. Selamat tinggal Tangkuban Parahu penuh cinta yang bisa terus kupandangi saat aku berada di rumah atau dari belahan Bandung lainnya. Dadah bukti kebesaran Allah SWT yang menjadi saksi petualangan langkah kakiku bersama cinta Allah dalam wujud cinta Ononk. Bye, sampai jumpa lagi ya! Muaccchhh!”
Kami turun dan melangkah menuju parkiran, saat itu ada tasbih cantik dari batu dan Ononk membelikannya untukku sebagai pengganti tasbihku yang sudah rusak agar menambah kecintaan pada Allah yang Maha Kuasa.
Tidak lupa, aku juga merapal terima kasih di dalam hati pada Allah, Tuhan semesta alam. Inilah keajaiban di bulan Juni.

Juni tawa
Juni bahagia berteman air mata haru
Juni penuh cinta dan kejutan
Juniku
Juni kita
1370211593808589730

NB: Kalau Anda ke Bandung, mampir ke Tangkuban Parahu ya dan ukirlah cinta di sana. :)
@sutrimanik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar