PadaMu
aku datang dan menyerahkan diri karena aku ingin menjadi lebih pintar
dalam berpasrah hingga tiba waktuku menuju tempat simpanan namun bisakah
aku marah dengan lebih elok lagi atau jika perlu bisakah amarah itu
menghilang saja selama aku berada ditempat tetap ini. Karena sunguh
marah itu membuatku sakit dan marah selalu berujung pada rasa malu dan
penyesalan.
Apakah
yang kulakukan selama ini sia-sia. Aku merendahkan diriku dengan
bersujud memujaMu dan bibirku terus merapalkan kata-kata indahMu juga
mencari tambahan lain. Tapi mengapa rasanya kadang semua hal itu tidak
menempel pada jiwa dan ragaku dan tidak cukup untuk mengusir bayangan
hitam busuk yang pernah ada dalam diriku atau ini memang hal yang
normal-normal saja.
Tingkatan
itu, tingkatan itu kenapa terasa sulit. Bukankah idealnya aku tidak
lagi berair mata apalagi hanya untuk hal yang sepele jika memang aku
merasa selalu berada dalam dekapMu. Tidakkah semua ini berarti lalu
menjadi sia-sia karena semuanya seolah tidak ada bekas atau tidak ada
hasil apa-apanya.
Sungguh
dunia hanya tempat senda gurau tapi ada kalanya aku merasa bosan hanya
bersenda gurau. Apakah ini pertanda aku mulai tergoda dengan tawaran
setan. Oh Malam, jangan izinkan setan drama melihatku berair mata dan
tutupi aku dengan gelapmu.
Aku
mulai geram dan bosan melihat drama menari penuh suka cita berhiaskan
tawa bahagia. Itulah tarian kebahagiaan setan saat melihatku melemah
oleh sikap setiap orang. Oh dramaaaaaaaaaaaaa bisakah kau pergi menjauh.
Sungguh hal ini hanya ombak kecil bukan badai, jadi kumohon pergilah
karena aku tidak butuh tarianmu wahai drama!
Hei
bukankah seharusnya aku merajai diriku dan tidak mengizinkan siapapun
menyakitiku hingga membuat drama menari penuh suka cita saat aku
terpuruk. Mungkin itulah yang mereka tahu dan pahami tentang menyayangi.
Mereka mungkin tidak berpikir bahwa seekor anak kucing juga butuh
disapa oleh tuannya tidak hanya jadi binatang peliharaan penghias mata
yang dibiarkan begitu saja hingga membuatnya bersedih.
Mereka
memungutku dengan alasan kasih, mereka menyimpanku dan sepertinya
mereka tidak pernah berpikir bahwa aku juga punya hati. Hei malam, aku
mau berbisik dan hanya kau yang tahu bahwa aku tidak suka situasi ini
dan kumohon jangan biarkan pagi menggangu kita. Aku merasa seperti sampah yang lambat laun akan membusuk dan berbau.
Tahukah
kau malam bahwa aku merasa jika aku sebenarnya tidaklah buruk namun
mreka membuatku merasa buruk yang akhirnya membuatku benar-benar menjadi
buruk dan tidakkah itu berlebihan. Oh malam, sungguh ini adalah sebuah
drama busuk yang memuakkan maka bolehkah aku melangkah jauh ke sana.
Hei
malam, apa yang kutangisi. Apakah sebenarnya aku sedang menangisi
diriku sendiri yang tidak lagi mampu membedakan antara ombak kecil dan
badai. Serapuh itu kah aku? Ayolah, ini sepele dan biasa saja karena ini
hanya sebuah ombak kecil yang halus tapi kenapa aku seolah sedang
menghadapi badai. Kenapa aku begitu rapuh sehingga jangankan hantaman,
sentuhan lembut saja bisa merubuhkanku.
Adakah
aku sedang membenci tempat tetap dan putus asa lalu mengharap berada
ditempat simpanan pertanda iman melemah hanya karena sebuah sentuhan
ombak kecil. Ok, rupanya menurut mereka aku terlalu kuat atau mungkin
mereka pikir aku teramat sangat kuat. Mungkin pikiran mereka baru akan
berubah jika aku sudah dikafani.
Bolehkah
aku protes karena kupikir mereka jumawa dan tidak tahu yang mana tempat
sampah lalu aku yang dijadikan tempat sampah. Mereka membuatku tampak
jadi sampah dan terkadang menjadikanku tempat sampah. Huuuh, lihatlah
sikapku ini malam. Sikapku ini benar-benar sebuah drama berlebihan buah
dari lelah dan pedih hingga aku harus berjuang mengusir lelah dan pedih.
Ya aku akhirnya juur dan berkata bahwa aku sedang pedih Jendral lalu akupun tidur untuk mentralisir hati dan pikiran.
*****
Saat
bangun kulihat malam telah pergi berganti pagi. Lelah dan pedih pun
sepertinya sudah tidak lagi ada. Sepertinya lelah dan pedih sudah pergi
menjauh dan aku kembali melihat banyak hal indah yang harus kusyukuri.
Ternyata semakin aku bersyukur maka hatiku akan semakin damai. Aku mulai
menghiasi lelah dengan seutas senyum dan mencari hatiku yang berterima
kasih karena hati yang berterima kasih akan memunculkan semakin banyak
bahagia.
Pagi
mengingatkanku bahwa aku pernah berkata rida jadi tempat sampah bagi
siapapun. Tempat sampah tetaplah bermanfaat tanpa harus menjadi sampah.
Pagi juga berkata bahwa ini hanya buah dari lelah dan pedihku juga
ketidak sukaanku akan banyak hal yang seolah kompak menyerangku dari
setiap sisi dan ini juga karena tidak kuatnya benteng pertahanan yang
kumiliki.
Lelah, aku
berkata pada pagi bahwa sejujurnya aku lelah sekali, boleh kan aku
bilang jika aku lelah. Lalu aku diam, menarik nafas dan tersenyum lalu
kembali melangkah pertanda belum menyerah. Entah mengapa rasanya lelah
sedari kemarin selalu membuatku berair mata. Ada juga bayangan hitam dan
beberapa kejadian yang membuat perasaanku di aduk-aduk oleh semua orang
hingga membuatku lelah.
Aku
tidak boleh berpikir bahwa semua orang hanya akan menunjukkan
perhatiannya padaku ketika aku sekarat. Mereka sudah memberikan kasih
terbaiknya dan sekarang mereka percaya bahwa aku kuat dan mampu. Jika
mereka percaya padaku lalu mengapa aku tidak mepercayai diriku sendiri.
Mungkin
aku hanya jadi pelampiasan saja dan suasana hati mereka memang sedang
benar-benar tidak bagus. Aku sensitif lalu bertanya apakah aku yang
sebenarnya merusak suasana hati mereka atau tepatnya merusak hidup
mereka. Oh ayolah pikiran seperti ini benar-benar sebuah drama.
Aku
mulai bersyukur tentang kehadiran orang-orang terkasih disampingku yang
didalam tubuhnya mengalir darah yang sama denganku, lalu dia kekasih
hati penceria hidupku dan mereka para malaikat bernama sahabat yang
tidak pernah lelah menjadi kaki dan tanganku.
Mungkin
kemarin penceriaku sempat menjadi salah satu yang bersikap hampa karena
dia juga mendapat perlakuan tidak meyenangkan dari yang lain. Responnya padaku masih juga hampa saat hubungannya dengan yang membuatnya kesal sudah baik-baik saja.
Mungkin
dia juga lelah dengan situasi yang dia hadapi dan dengan segala
kehampaannya bukan berarti dia tidak rindu karena pagi ini dia sudah
menyapaku dengan bahagia tapi justru aku yang kali ini malah merespon
dengan hampa. Aku hanya sedang bosan menjadi tempat sampah. Percuma
bertanya kenapa semua hal buruk datang bersamaan dari smua sisi, lelah
dan pedih masih meninggalkan sedikit jejak tarian drama.
Aku
tidak diam, aku berjuang melawan sedihku, pedihku, rasaku, pikiranku,
lelahku dan sakitku. Dia juga tidak sedang diam, dia sibuk dan berjuang
demi masa depan kami. Kantuk, lelah dan sakit badan setiap hari
menemaninya. Dia berjuang dan sepatutnya aku mendukungnya seperti dia
mendukungku.
Kadang
aku ingin dimanja terlebih dengan kondisi saat ini tapi aku juga harus
paham bahwa dia bukan sengaja melupakanku. Dia hanya sedang begitu
sibuk, bekerja kesana kemari sudah cukup menyita waktu bahkan terkadang
dia juga sampai tidak memperhatikan dirinya sendiri. Ayolah, aku bukan
nenek-nenek manja yang maunya hanya ingin dimengerti saja jadi aku harus
bisa lebih realistis tentang semua ini.
Drama
ini sudah semakin tidak asik, aku meminta pada pagi untuk diingatkan
bukan diberi pertanyaan yang menanti jawaban. Inilah ucapan hati yang
meminta genggaman tangan bukan pujian apalagi makian.
Dengan
lantang aku berkata pada dunia. Heiiiiiiiiii aku ada, hidup dan
bernyawa. Disini ada hati yang rindu minta sapa pelukan. Ini bukan puisi
ataupun narasi. Ini jeritan hati, hati yang diam dan terlalu diam yang
kini ingin berbisik lalu menjerit.
Aku
berterima kasih karena masih mendapat peran dan Engkau masih percaya
bahwa aku mampu untuk menjadi pelampiasan dari yang lain ditengah
kondisiku kini. Ya bahagia itu sederhana atau bisa disederhanakan cukup
dengan bisa tersenyum dalam jiwa raga yang lelah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar