Rabu, 12 Juni 2013

Untuk Om Tante yang Mewakili Rakyat




 
apakah kami ini rakyat?


Iklan tentang kenaikan BBM semakin gencar dan menyentuh ya. Bagussss, kerennn banget iklannya sampai-sampai saya ingin bilang “Ayo Om Tante yang mewakili rakyat, yang duduk di bangku pemerintahan, cepet naikin BBM nya terus sejahterakan dan bangun deh tuh rumah bapak ibu yang ada di iklan dan yang lainnya. Kalau rumahku sih ndak usah. Rumahku kan ‘megah dan mewah’!”
Lagi semangat pengen dukung BBM naik, eh para tetangga yang lagi ngumpul di depan rumah justru lagi heboh ngomongin harga jengkol Rp.60.000,-/kg, wortel Rp.12.000,-/kg, Bawang merah Rp.40.000,-/kg (itu harga pasar Sayati yang terdekat dari rumahku lho ya!) belum lagi harga-harga lainnya yang juga ikut merangkak naik setelah ada rencana bbm naik.
“Bbm nya belum naik harga sudah naik apa lagi kalau benaran naik, sedangkan pedapatan segitu-gitu aja. Yahh ngutang lagi deh!” ucap beberapa orang ibu. Di sini, di tempatku tinggal, rata-rata mereka bekerja sebagai penarik becak, buruh pabrik, pedagang bubur, kupat tahu dll. Lalu apakah mereka termasuk rakyat yang akan mendapat bagian dari pengalihan subsidi itu? Atau mereka bukan bagian dari rakyat?
Tetangga lain yang bekerja dengan gaji yang cukup juga memiliki mobil, sama mengeluh juga “Kalau Bbm naik berarti biaya pengeluaran akan bertambah sedangkan penghasilan tetap sama, harus muter otak nih untuk cari penghasilan tambahan!” Ah keluhan yang ini sih abaikan saja, kan punya mobil berarti orang kaya dan bukan rakyat, betul tidak? Kasihan ya, padahal tetanggaku itu memiliki mobil untuk digunakan dalam bekerja bukan sebagai ajang pamer kekayaan dan bukan salahnya jika dia memiliki rezeky lebih yang digunakan untuk membeli mobil yang sebenarnya juga nggak bagus-bagus amat.
Yang punya motor juga pada ngeluh tuh dan mau naik kendaraan umum saja katanya tapi kendaran umunya nggak asyik dan nggak OK.
Eh ada 2 orang bijak datang lalu berkata “Sudah jangan banyak mengeluh, syukuri apa yang di dapat, kalau rezeky nggak akan kemana!” ucapnya. Bener juga sih tapi kok tangan rasanya gatel pengen ngambil bata dan nimpukin ke kepalanya ya! Dia itu kan salah satu wakil rakyat di daerah ini yang rezekinya nggak pernah kemana-mana karena jika setiap subsidi dari pusat untuk rakyat di turunkan maka akan nyangkut dulu di sakunya. Tapi dia bukan koruptor lho, dia orang bijak dan terpandang di kampung ini dan dia itu adalah rakyat kelas atas yang wajib terima subsidi dalam bentuk apapun karena dia wakil rakyat. Orang bijak yang satunya lagi adalah seorang jutawan sang juragan pemilik pabrik yang bersahabat karib dengan si wakil rakyat. Dia lebih terpandang lagi karena dia adalah pengusaha yang juga akan terkena dampak dari kenaikkan Bbm. Kata wakil rakyat itu, kalau para buruh minta naik gaji, bisa-bisa pabrik tutup dan yang lain kehilangan pekerjaan.
Kupikir, itu mungkin karena dia emoh membagi keuntungan besarnya untuk menambah gaji karyawan dan wakil rakyat itu akan berkurang pemasukannya dari si pemilik pabrik jika gaji karyawan dinaikkan. Dari pada pabrik tutup dan banyak pengangguran, jadi terima saja gaji yang seadanya. Ok aku ngerti, batu bata ku taruh lagi karena berurusan sama orang-orang bijak itu juga sama dengan bunuh diri.
Jadi gimana dong? Dukung nggak nih Bbm naik? AKU GALAUUUUUUUUUUUU
Sepertinya aku nggak jadi mendukung. Kalau kebijakan itu untuk rakyat, rakyat yang mana ya?
Apa untuk jadi bagian ‘rakyat’ itu ada kategori-kategori khusus? Misalnya badan kurus karena kurang gizi, sakit parah dan tidak mampu berobat ke rumah sakit, rumah reot terbuat dari kardus, punya cerita kemiskinan yang bisa menguras air mata.
Haloooo kalau seandainya rumahnya reot terus punya motor nggak masuk kategori ya? Atau kalau bekerja tapi punya tumpukan hutang itu juga nggak masuk kategori ya? Terus kalau punya cerita kemiskinan tapi nggak di ekspose dan selalu tersenyum juga nggak termasuk kategori ya?
Terus masuk atau pun tidak ke dalam kategori ‘rakyat’ kenapa kok merasakan dampak yang sama ya kalau Bbm naik kecuali seperti si orang bijak kali ya bo!
Rasanya Om Tante terlalu sering mencatut nama rakyat tapi nggak jelas rakyat yang mana. Dulu juga reformasi 98 mengatasnamakan rakyat tapi nggak tahu rakyat yang mana karena para orang tua disekitarku juga tidak pernah mendukung bahkan lebih memilih era ORBA sampai-sampai pake kaos Dagadu bertuliskan “ENAKAN ZAMANKU THO!” yang ada gambar Kakek Suharto sedang tersenyum. Sekarang setiap membuat kebijakan ini itu juga pakai nama rakyat tapi rakyat yang mana ya? Kalau untuk rakyat miskin, apa dong kategori miskin nya? Karena saya ini katanya orang miskin tapi maaf mentalku tidak miskin dan ogah juga ngaku miskin tapi nggak mau juga kena dampak hehehe.
Rakyat, rakyat, rakyat. Ribet bener sih jadi rakyat di negri ini! Seseorang datang dan berkata “Itu bukan untuk rakyat Sutri tapi untuk kepentingan golongan dan segelintir orang.” Masa sih? Tanyaku dalam hati. Bukan kah semua orang yang tinggal di nusantara ini adalah rakyat? Kaya miskin juga rakyat dan harus sama-sama mendapat perhatian sesuai porsinya masing-masing dengan imbang.
Kalau hanya memperhatikan yang masuk kategori rakyat miskin dan mengabaikan rakyat tidak miskin tapi juga tidak kaya namun banyak kebijakan yang membuat kerugian maka justru hanya akan menambah jumlah orang baru yang akan masuk kategori miskin dan jadilah negeri ini negeri rakyat miskin sementara orang-orang seperti si orang-orang bijak wakil rakyat dan pemilik pabrik yang justru malah akan semakin makmur saja. GOOD JOB!
Rakyat, rakyat, rakyat kok jadi inget slogan yang di kasih tahu Pak Guru waktu sekolah ya “DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK RAKYAT” di pikir-pikir nggak ada kata WAKIL RAKYAT di slogan itu. Entah RAKYAT MANA YANG MEREKA WAKILI karena mereka hanya membela partai, pemilik pabrik, pemilik rumah sakit swasta, pemilik perusahaan ini itu. Terus kenapa pakai nama wakil rakyat ya?
Om Tante Wakil Rakyat atau pun pemimpin kami tercinta yang tak kucintai, silahkan saja lakukan kebijakan apapun di negeri ini, suka-suka kalian lah tapi jangan catut nama rakyat. Bbm naik taupun tidak toh kami tetap saja semakin susah. Jujurlah tentang siapa yang kalian wakili atau untuk siapa segala kebijakan itu.
Om Tante, tahu tidak waktu zaman penjajahan semua rakyat Indonesia, tua muda, kaya miskin, laki perempuan, kata ‘sejarah’ semuanya bersatu untuk menumpas penjajah karena adanya persamaan rasa senasib sepenanggungan. Jangan sampai rakyat bersatu menumpas penjajah bernama wakil rakyat yang tak membela rakyat, yang tidur pas rapat, sibuk nonton film porno, wara wiri nggak jelas ke sana sini atau apa pun lah, atau mungkin kami akan langsung meminta tanggung jawab pemimpin yang membuat kebijakan tanpa nurani dan merugikan dengan cara kami sendiri karena kami akan sama-sama mulai muak dengan bualan kalian tentang rakyat yang pada akhirnya kemuakan itu akan membuat kami jadi bersatu.
Bisa saja kami bersatu karena rasa senasib sepenanggungan menumpas kalian tanpa harus diwakili partai, mahasiswa, organisasi atau apa pun tapi benar-benar DARI RAKYAT OLEH RAKYAT UNTUK RAKYAT TANPA PERLU RAKYAT DIWAKILI
Tapi itu sih kalau rakyat bersatu ya Om Tante soalnya dari zaman Om Iwan Fals nyanyi lagu tentang wakil rakyat sampai sekarang, rakyat-rakyat lagi terpecah belah dan sibuk sendiri-sendiri untuk merapihkan carut marut kehidupannya masing-masing dan sedang berkurang rasa kebersamaan karena lagi tren sikap individual. Om Tante tenang-tenang saja dulu & aku akan terus berdoa kok Om Tante biar kami bersatu dan semua bisa kita bicarakan baik-baik sambil duduk bersama menikmati pisang goreng, kacang dan Teh hangat agar kami punya wakil yang mewakili kami untuk berbicara kepada si pembuat kebijakan karena kami juga sepertinya sedang bingung untuk berbicara langsung dengannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar