Pagi ini seisi rumah
sibuk luar biasa. Papah sibuk bengong dan menonton keadaan di
sekitarnya, Arief adik bungsuku sibuk tidur karena bergadang semalaman,
Rina adikku sibuk menjaga warung kami karena ada 6 mulut di rumah ini
yang perlu diberi makan agar hidup terus berlanjut, Manda adikku sudah
pergi bekerja dan terakhir Mamah, dia sedang sibuk beres-beres rumah
kami yang ‘super mewah dan megah’ karena Nur adikku dari Majalengka
dipindah tugaskan ke Subang sehingga barang-barangnya (2 lemari, 1
sepeda, 1 televisi dan 1 meja televisi) akan di simpan di rumah kami
sehingga otak harus di putar keras untuk menentukan letak dan posisi,
dan itu bukan hal yang mudah, trust me. Aku sendiri saat itu sedang
sibuk makan kue karena baru bangun setelah aku kembali tidur sehabis
shalat dan mengaji subuh. Di tengah diamku, Mamah datang mengganggu
ritual pagiku dan memintaku membuat sarapan untuk seisi rumah karena
perut sudah mulai teriak meminta sesuatu kemudian dia juga membangunkan
Arief. Aku tahu perintahnya tidak akan bisa ditawar. Titahnya bersifat
harus jika ingin dunia aman sentosa, wkwkwk (lebay).
Aku ke dapur dan mulai
berpikir akan membuat sarapan apa. Bingung sih dan sepertinya aku akan
membuat omlet mie saja, tapi rasanya bosan juga karena semenjak sakit
hanya omlet mie atau mie goreng yang terus kumasak jika dimintai untuk
masak. Aku mulai memutar otak dan hatiku mantap untuk memasak nasi
goreng, acar timun dan telur dadar.
Aku ke warung dan
mengambil kol/kubis, timun, telor, bawang merah, bawang putih, daun
bawang, kecap, cabe rawit dan baso. Saat masuk ke dalam rumah, sambil
menenteng plastik berisi bahan masakan, aku meminta tolong pada Arief
untuk membantuku memasak tapi dia menolak mentah-mentah dengan nada
ketus.
Marah? Jelas hatiku marah, aku kesal dan aku mulai mengupas bawang merah dan putih sambil menggerutu “Fisikku cacat tapi hati dan pikiran adikku justru ikut cacat!”.
Lalu aku dan diriku mulai berdialog (ya selalu ada interdialog). Aku
mulai memberi pengertian pada diriku bahwa Arief baru bangun, mood nya
sedang tidak bagus dan aku meminta pengertian pada diriku, hasilnya aku
mulai tersenyum dan mengupas bawang pun menjadi jauh lebih mudah.
Kupikir sebaiknya aku
mengajak Papah saja, dia kan teman duetku. Lalu aku berkata “Pah ayo
bantu aku masak. Aku tangan kanan dan Papah jadi tangan kiriku.” Namun
Papah menolak dan wajahnya menjadi murung. Sudah terlalu lama dia diam
tanpa melakukan banyak hal, sepertinya dia belum percaya diri untuk
masak jadi ya sudah aku lanjutkan saja memasak sambil berdoa bahwa suatu
hari nanti Papah akan ada disampingku untuk memasak bersamaku dengan
tawa bahagia.
Setelah beres mengupas
bawang merah dan putih, aku berpikir cara untuk mengirisnya karena
bawang terlalu kecil, Mamah lewat dan menyarankan agar aku menumbuknya
saja, aku pikir itu adalah ide yang cerdas, maka aku pun mulai
menumbuknya. Setelah itu, aku mulai memotong timun berbentuk dadu kurang
lebih berukuran 1×1 cm walau hasilnya tidak semua berukuran sama. Beres
timun aku mulai mengiris cabe rawit dan hasilnya juga tidak begitu
bagus karena ada yang kecil dan ada yang besar (hahaha). Saat mengiris
cabe rawit aku meminta Arief memotretku dan dengan berat hati dia pun
melakukannya. Usai mengiris cabe rawit, aku lanjutkan mengiris daun
bawang dan hasilnya luar biasa buruk padahal dulu saat belum cacat, aku
harus mendapatkan hasil yang cantik dalam hal iris mengiris setiap kali
aku memasak dan kini aku harus ikhlas menerima hasil irisanku yang
bentuknya tidak jelas. Kemudian aku mengiris baso (hasilnya lumayan
bagus), lalu mengiris kubis yang hasilnya jelas tidak bagus.
Beres iris mengiris,
aku mulai tahap memasak, pertama-tama aku mulai mencampur timun dan cabe
rawit lalu menyiramnya dengan kecap dan acar pun beres (Kenapa aku
membuat acar tidak mencampurnya saja ke dalam nasi, itu karena Papah
tidak bisa makan pedas). Setelah itu aku mulai membuat telur dadar dan
hasilnya cukup bagus karena bentuknya bulat dan rapih. Kemudian babak
membuat nasi goreng pun di mulai. Minyak goreng dipanaskan, kemudian
tumis bawang yang sudah dihaluskan, setelah wangi maka masukkan daun
bawang dan baso setelah itu masukkan kubis. Oseng-oseng hingga matang
kemudian aku mulai memasukkan nasi perlahan-lahan. Api kompor kubiarkan
kecil agar masakan tidak gosong dan aku mengaduk pelan sekali.
Selanjutnya kutambahkan kecap, lalu sedikit penyedap rasa karena aku
masih diet rendah garam jadi seisi rumah ikut kena imbasnya (hehehe).
Takut nasi tumpah saat
aku mengaduk nasi, maka otaku berputar dan aku melakukan hal extreme,
aku melapisi telinga katel (baca penggorengan) dengan lap agar tidak
panas lalu telinga katel pun ku gigit agar katel tidak goyang sementara
tangan kanan mengaduk nasi (itu membahayakan, untuk hal ini, sangat
diperlukan keahlian jadi don’t try at home ya!) Mamah melihat dan
berteriak agak histeris saat melihatku menggigit telinga katel tapi
semua sudah beres, nasi goreng, telur dan acar sudah jadi dan kami
sarapan bersama. Sarapan yang sudah lewat jamnya karena waktu sudah
menunjukkan pukul 10:30 tapi ini adalah nasi goreng ternikmat, hehhehe
(narsis).
Ini hanya sekedar
membuat nasi goreng, hal mudah dan tidak luar biasa untuk kalian tapi
ini adalah prestasi bagiku. Aku semakin sadar bahwa kecacatan yang ku
alami bukanlah sebuah halangan dan tidak ada yang perlu di
lebih-lebihkan dengan kondisi ku ini. Semua biasa saja dan beginilah
seisi rumah mendidikku untuk belajar semakin mandiri “Kadang kita bisa
melakukan sesuatu saat dalam keadaan terpaksa.” Dan itu benar, karena
terpaksa lah maka aku bisa memasak nasi goreng bukan hanya omlet mie
atau mie goreng.
Aku sedang belajar,
alam sedang melatihku dan hidup ini akan semakin indah dengan segala
macam proses indah yang kujalani jika kusertai dengan senyum. Fisikku memang cacat namun hati, pikiran dan semangatku tidak boleh ikut cacat! Terima
kasih Ya Rabb untuk hadiah nasi goreng di awal Juni ini. Juniku, Juni
bahagia, Juni penuh cinta dan kejutan. Terima kasih dan aku tahu Engkau
terus menuntunku, membelai hatiku dan memelukku, terima kasih karena
Engkau sudah mengenalkan cintaMu padaku, . I love Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar