Selasa, 11 Juni 2013

Teruslah Menjadi Terang

28 April 1995
Hari itu wajah kedua orang tuaku sangat tegang dan dari pembicaraan mereka kudengar Mamah akan segera melahirkan lalu mereka pergi meninggalkan aku dan ketiga adikku dirumah karena Mamah akan dibawa kebidan. Aku sebagai anak tertua yang saat itu berusia 10 tahun ditugasi Papah untuk menjaga ketiga adikku selama Mamah dan Papah pergi dan Amanda adikku yang berusia 4 tahun adalah yang paling rewel saat itu sehingga sering kumarahi.

Sore menjelang malam Papah dan Mamah sudah kembali pulang tapi perut Mamah masih besar. Ternyata bidan tidak berani menangani proses persalinan Mamah akibat tensinya yang tinggi 210/100 sehingga Mamah dibawa ke salah satu rumah sakit swasta yang terdekat. Berdasarkan hasil pengecekan di rumah sakit, dokter mengatakan bahwa data dikomputer menunjukkan bahwa usia kandungan Mamah baru 8 bulan dan belum waktunya untuk melahirkan sehingga Mamah disuruh pulang dengan dibekali satu kantong plastik obat. 

Tiba dirumah Papah memintaku dan ketiga adikku untuk tidak berisik agar tidak mengganggu Mamah karena Mamah rupanya agak tegang akibat menahan nyeri dan dia terus menerus berkata pada Papah bahwa dokter salah cek dan dia yakin bahwa kadungannya sudah memasuki usia 9 bulan.
Sejujurnya saat itu aku sedih melihat kondisi Mamah karena dari riwayat sebelumnya Mamah selalu kurang beruntung saat melahirkan anak laki-laki dan sudah tiga kali Mamah melahirkan anak laki-laki tapi bayinya selalu saja meninggal, entah saat di dalam kandungan atau beberapa jam setelah dilahirkan dan kasus terakhir adalah satu tahun sebelumnya dimana Mamah dan Papah pulang dari rumah sakit dengan wajah berduka karena bayi laki-laki yang Mamah Kandung ternyata meninggal saat dilahirkan dan aku melihat Mamah menangis untuk pertama kalinya saat dia melipat baju-baju bayi dari dalam lemari. Aku takut dan tidak mau kejadian itu terulang kembali karena menurut prediksi, anak yang Mamah kandung saat itu adalah anak laki-laki.

29 April 1995
Pagi-pagi sekali suasana rumah sudah ramai, rupanya Mamah semakin tidak tahan sehingga Papah kembali membawanya kerumah sakit diantar Tante Maria dan suaminya tetangga kami dengan menggunakan mobil mereka dan Papah kembali memintaku menjaga adik-adik.

Sore hari Papah pulang dengan senyum sumringah lalu Papah menandai kalender yang menggantung didinding. Tanggal 29 dia beri lingkaran lalu disampingnya dia menuliskan “14:10Wib Arief Faizal Manik”. Kami terus bertanya tentang Mamah dan Papah bercerita dengan bahagia bahwa anak laki-lakinya sudah lahir dengan selamat dan sempurna tanpa kurang satu apapun dan hanya dia yang boleh memberi nama tidak boleh orang lain seperti Amanda yang diberi nama oleh Nantulang ataupun Nur yang mendapatkan nama dari hasil undian.

Dengan bangga Papah berkata bahwa Arief artinya bijaksana dan dia mengatakan bahwa kelak anak laki-lakinya yang sudah lama dia tunggu itu nantinya akan tumbuh menjadi sosok laki-laki yang bijaksana dalam banyak hal.

13672453551412341069
***

Atas saran dokter, maka setelah melahirkan Mamah kemudian melakukan proses sterilisasi kandungan agar Mamah tidak bisa hamil lagi dikemudian hari dan setelah proses itu selesai Mamah akhirnya pulang dengan senyum mengembang dan terus menciumi bayi dalam pangkuannya dengan wajah yang sangat bahagia. Aku dan adik-adik juga bahagia karena kami seperti memiliki mainan baru yang lucu tapi Mamah mengatakan bahwa kami harus berhati-hati.

Mamah dan Papah sangat bahagia walau sebenarnya kecewa dengan pelayanan rumah sakit yang sebelumnya menyuruh Mamah pulang dan memberikan obat-obatan yang untungnya tidak berdampak buruk pada jabang bayi. Setelah bayi lahir lalu dokter yang menangani Mamah menjabat tangan Papah mengucapkan selamat sambil berkata “Wah anak bapak ini licik karena sudah membohongi pengecekan kami!” Papah ingin marah namun dia sedang berbahagia sehingga hal itu tidak dipermasalahkan dan lagipula saat itu belum musim tuntut menuntut sebuah kelalaian dokter.

Kabar kelahiran anak laki-laki dikeluargaku tersiar kepada semua sanak family dan Kakek yang kupanggil Poli mengirim surat dari kampung. Poli meminta agar cucunya diberi nama Usman Efendi mirip dengan namanya Jusman Manik dan nama itu Papah cantumkan setelah nama pemberiannya sehingga adik laki-lakiku menjadi bernama Arief Faizal Usman Efendi Manik tapi sayangnya surat Poli telat datang karena akte sudah dicetak sehingga secara administrasi nama adik laki-lakiku adalah Arief Faizal Manik.

Beberapa Minggu kemudian keluarga dari Sinaga atau pihak Mamah dari luar kota datang untuk menjenguk dan Mangalean ulos paropa sian tulang yang artinya memberi kain gendongan dari tulang seperti kebiaasaan beberapa keluarga Batak lainnya. Mereka juga rupanya turut berbahagia menyambut kelahiran Arief dan acara mangalean ulos paropa berlangsung seru bagiku karena ada makanan enak, banyak keluarga dan aku melihat Mamah dan Papah diberi ulos oleh para keluarga dan saat mereka pulang, aku, Nur, Rina dan Manda kegirangan karena diberi uang jajan oleh mereka.

29 April 1996
Hari itu warung kami tutup dan pagi-pagi Papah pergi entah kemana lalu Mamah menyuruh aku dan ketiga adik perempuanku untuk mandi dan memilihkan pakaian yang biasa kami gunakan untuk jalan-jalan dan kami pun berdandan sebaik mungkin. Aku menggunakan celana jeans pendek dan kaos orange, Nur adikku nomor dua menggunakan celana jeans pendek dan kaos hijau, Rina menggunakan overall favoritnya dan Manda menggunakan celana jeans pendek dan kaos Kuning sedangkan Arief dipakaikan baju baru yang bagus dan Mamah pun berdandan rapi. Mamah bilang hari ini kami akan merayakan ulang tahun pertama Arief.

Papah akhirnya pulang dengan membawa kotak besar dan diatasnya ada kotak kecil. Kotak besar berisi kue tart besar yang pertama kali kulihat secara nyata karena biasanya aku dan adik-adikku hanya melihat kue tart dari tayangan televisi. Kue tart itu berwarna hitam yang katanya adalah coklat “Aneh!” pikirku saat itu. Ada hiasan cream putih dan hiasan buah cery pada kueh itu yang belakangan aku menjadi tahu bahwa kue itu bernama Black Forest lalu ada lilin angka satu berwarna merah diletakkan diatasnya dan kotak lain yang lebih kecil berisikan beberapa kue coklat kecil yang cantik “Sepertinya itu enak!” pikirku.

Benar saja apa yang kupikir karena kue itu memang enak sekali. Setelah tiup lilin, Arief menyuapi kami satu persatu tentu saja dengan dibantu Papah lalu kami memberikan kecupan dan menjabat tangannya. Aku dan adik-adikku mendapatkan kueh yang kecil masing-masing 1 buah dan potongan kue tart. Aku, Nur, Rina dan Manda berebut buah cery dan buah cery terakhir diperebutkan antara aku dan Nur. Papah mengatakan bahwa sebagai Kakak aku harus mengalah sehingga Nur lah yang mendapatkan buah Cery terakhir. Kue tart besar itu lalu dipotong kecil-kecil dan aku ditugasi Mamah untuk membagikannya kepada para tetangga.

Acara ulang tahun itu hanya dihadiri aku, adik-adikku, orangtuaku dan satu kerabat kami bermarga Siambarita yang dulu pernah ikut tinggal bersama kami. Walau hanya ada kami sekeluarga tapi acara itu sangat menyenangkan dan itu adalah pertama kalinya ada acara ulang dirumahku dan semenjak itu barulah kami mengenal budaya ulang tahun.

13672455112060775961

Arief tumbuh dengan banyak cinta dan dia menjadi sumber kebahagiaan baru untuk keluarga kami dan kami sangat menyayanginya dan aku pun melihat Mamah memperlakukannya dengan penuh kelembutan. Perlakuan dari Mamah dan Papah padanya memang sedikit berbeda dibandingkan pada kami anak perempuan namun tidak satupun dari kami yang iri karena kami juga mencintainya.

Aku, Nur, Rina dan Manda sering menggodanya dengan mengatakan bahwa dia adalah anak pungut karena Mamah tidak bisa melahirkan anak laki-laki dan orang tuanya yang sebenarnya adalah Ibu penjual Lotek. Dia selalu marah sambil memeluk Mamah setiap kali dia kami ledeki dan itu adalah guyonan favorit kami untuk Arief tapi kami benar-benar mencintainya dan dia memiliki tempat yang special dihati kami masing-masing.

Beruntung dia memiliki Kakak-kakak perempuan yang lebih pantas disebut anak laki-laki sehingga dia tidak tumbuh kemayu karena hidup dengan 4 Kakak perempuan. Beberapa kali saat Arief berusia 11 tahun, aku selalu membawanya ke Stadion Siliwangi setiap kali Persib team sepakbola kesayangan Bandung bermain dikandang. Dan jika Persib menang maka kami tidak langsung pulang karena aku akan memboncengnya dan ikut konvoi bersama Bobotoh lain untuk merayakan kemenangan Persib dan dihadiahi omelan Mamah karena kami pulang malam.

29 April 2012
Setiap hari ulang tahun Arief selalu kami rayakan dan tidak pernah dilewatkan begitu saja. Walau hanya sekedar tiup lilin bersama atau membagikan nasi bungkus kepada para tetangga yang dalam budaya Sunda biasa disebut Bancakan. Kadang terpikir olehku untuk merayakannya dengan sedikit meriah sambil mengundang teman-teman Arief tapi sampai sekarang keinginanku itu rupanya belum bisa kuwujudkan.

Hari ini adalah ulang tahun Arief yang ke-17 dan Nur sudah mentransfer uang untuk membeli Cheese cake. Pagi hari pukul 10 aku berangkat menuju daerah Laswi dengan menggunkan si Utut motor bebek milik Papah yang biasa kugunakan dan aku membawa kotak berisi Cheese cake dengan sangat hati-hati karena aku tidak mau kue cantik itu rusak. 

Tiba dirumah, Aku meminta Rina dan Manda untuk sama-sama memberikan surprise kecil dan meminta beberapa teman Arief didekat rumah untuk ikut bekerja sama karena Nur tidak bisa pulang dan hadir bersama kami. Mamah dan Papah juga tidak ada karena mereka sedang berada di Medan sehingga Arief hanya menerima ucapan melalui telpon dan kulihat wajahnya sedikit agak sedih.

Potongan kue pertama diberikan untukku lalu Rina kemudian Manda. Teman-teman Arief juga mendapatkan bagian potongan cheese cake dan seperti yang biasa Mamah lakukan maka cake itupun kupotong dan dibagikan untuk tetangga walau sedikit. Teman-teman Arief berceloteh satu sama lain “Ngeunah euy! Maneh geus pernah can ngasaan kue kieu?” artinya “Enak euy! Kamu sudah pernah belum mencoba kue seperti ini?” dan melihat tingkah laku temannya yang saling ejek maka senyum diwajah Arief pun kembali muncul.

1367245619717137553

29 April 2013
Waktu terasa cepat berlalu dan hari ini anak laki-laki bernama Arief itu berusia 18 tahun. Tadi malam pukul 00:00 dengan personil lengkap ada Mamah, Papah, aku, Nur, Rina dan Manda membangunkan Arief yang sedang tidur sambil membawa cup cake yang cantik. Arief meniup lilin lalu mendapat pelukan, ciuman dan doa dari kami secara bergantian dan dengan semangat dia membuka kadonya yang berisi sepatu.

Arief sudah besar bukan lagi anak-anak dan tahun ini dia juga Insyallah akan lulus dari SMA. Kami selalu menyayanginya dan berharap agar dia bijaksana seperti yang Papah dan Mamah inginkan juga berharap agar dia menjadi pribadi yang lebih baik disetiap pertambahan usianya.

Ariefku sayang, ulang tahun bukan hanya kue, kado dan tiup lilin tapi ini adalah sebuah peringatan bahwa usia sudah bertambah yang artinya jatah hidup juga semakin berkurang dan Ariefku sayang harus bisa semakin memaknai hidup ini dan tahu apa tujuan Arief selanjutnya dan semakin bisa bermanfaat untuk manusia lain selain dirimu sendiri. Kelahiranmu dulu disambut suka cita karena kau menjadi terang untuk kami dan teruslah menjadi terang yang sinarnya memberi bahagia untuk setiap orang.

Seperti yang pernah kita obrolkan, Arief harus semakin bijak memandang banyak hal dalam hidup ini dan ingat “Punya apa untuk mati dan bisa apa dalam hidup?” selamat ulang tahun adikku tersayang.
1367246158952850960

Tidak ada komentar:

Posting Komentar