28 April 1995
Hari
itu wajah kedua orang tuaku sangat tegang dan dari pembicaraan mereka
kudengar Mamah akan segera melahirkan lalu mereka pergi meninggalkan aku
dan ketiga adikku dirumah karena Mamah akan dibawa kebidan. Aku sebagai
anak tertua yang saat itu berusia 10 tahun ditugasi Papah untuk menjaga
ketiga adikku selama Mamah dan Papah pergi dan Amanda adikku yang
berusia 4 tahun adalah yang paling rewel saat itu sehingga sering
kumarahi.
Sore
menjelang malam Papah dan Mamah sudah kembali pulang tapi perut Mamah
masih besar. Ternyata bidan tidak berani menangani proses persalinan
Mamah akibat tensinya yang tinggi 210/100 sehingga Mamah dibawa ke salah
satu rumah sakit swasta yang terdekat. Berdasarkan hasil pengecekan di
rumah sakit, dokter mengatakan bahwa data dikomputer menunjukkan bahwa
usia kandungan Mamah baru 8 bulan dan belum waktunya untuk melahirkan sehingga Mamah disuruh pulang dengan dibekali satu kantong plastik obat.
Tiba
dirumah Papah memintaku dan ketiga adikku untuk tidak berisik agar
tidak mengganggu Mamah karena Mamah rupanya agak tegang akibat menahan
nyeri dan dia terus menerus berkata pada Papah bahwa dokter salah cek
dan dia yakin bahwa kadungannya sudah memasuki usia 9 bulan.
Sejujurnya
saat itu aku sedih melihat kondisi Mamah karena dari riwayat sebelumnya
Mamah selalu kurang beruntung saat melahirkan anak laki-laki dan sudah
tiga kali Mamah melahirkan anak laki-laki tapi bayinya selalu saja
meninggal, entah saat di dalam kandungan atau beberapa jam setelah
dilahirkan dan kasus terakhir adalah satu tahun sebelumnya dimana Mamah
dan Papah pulang dari rumah sakit dengan wajah berduka karena bayi
laki-laki yang Mamah Kandung ternyata meninggal saat dilahirkan dan aku
melihat Mamah menangis untuk pertama kalinya saat dia melipat baju-baju
bayi dari dalam lemari. Aku takut dan tidak mau kejadian itu terulang
kembali karena menurut prediksi, anak yang Mamah kandung saat itu adalah
anak laki-laki.
29 April 1995
Pagi-pagi
sekali suasana rumah sudah ramai, rupanya Mamah semakin tidak tahan
sehingga Papah kembali membawanya kerumah sakit diantar Tante Maria dan
suaminya tetangga kami dengan menggunakan mobil mereka dan Papah kembali
memintaku menjaga adik-adik.
Sore
hari Papah pulang dengan senyum sumringah lalu Papah menandai kalender
yang menggantung didinding. Tanggal 29 dia beri lingkaran lalu
disampingnya dia menuliskan “14:10Wib Arief Faizal Manik”. Kami terus
bertanya tentang Mamah dan Papah bercerita dengan bahagia bahwa anak
laki-lakinya sudah lahir dengan selamat dan sempurna tanpa kurang satu
apapun dan hanya dia yang boleh memberi nama tidak boleh orang lain
seperti Amanda yang diberi nama oleh Nantulang ataupun Nur yang
mendapatkan nama dari hasil undian.
Dengan
bangga Papah berkata bahwa Arief artinya bijaksana dan dia mengatakan
bahwa kelak anak laki-lakinya yang sudah lama dia tunggu itu nantinya
akan tumbuh menjadi sosok laki-laki yang bijaksana dalam banyak hal.
***
Atas
saran dokter, maka setelah melahirkan Mamah kemudian melakukan proses
sterilisasi kandungan agar Mamah tidak bisa hamil lagi dikemudian hari
dan setelah proses itu selesai Mamah akhirnya pulang dengan senyum
mengembang dan terus menciumi bayi dalam pangkuannya dengan wajah yang
sangat bahagia. Aku dan adik-adik juga bahagia karena kami seperti
memiliki mainan baru yang lucu tapi Mamah mengatakan bahwa kami harus
berhati-hati.
Mamah
dan Papah sangat bahagia walau sebenarnya kecewa dengan pelayanan rumah
sakit yang sebelumnya menyuruh Mamah pulang dan memberikan obat-obatan
yang untungnya tidak berdampak buruk pada jabang bayi. Setelah bayi
lahir lalu dokter yang menangani Mamah menjabat tangan Papah mengucapkan
selamat sambil berkata “Wah anak bapak ini licik karena sudah
membohongi pengecekan kami!” Papah ingin marah namun dia sedang
berbahagia sehingga hal itu tidak dipermasalahkan dan lagipula saat itu
belum musim tuntut menuntut sebuah kelalaian dokter.
Kabar
kelahiran anak laki-laki dikeluargaku tersiar kepada semua sanak family
dan Kakek yang kupanggil Poli mengirim surat dari kampung. Poli meminta
agar cucunya diberi nama Usman Efendi mirip dengan namanya Jusman Manik
dan nama itu Papah cantumkan setelah nama pemberiannya sehingga adik
laki-lakiku menjadi bernama Arief Faizal Usman Efendi Manik tapi
sayangnya surat Poli telat datang karena akte sudah dicetak sehingga
secara administrasi nama adik laki-lakiku adalah Arief Faizal Manik.
Beberapa
Minggu kemudian keluarga dari Sinaga atau pihak Mamah dari luar kota
datang untuk menjenguk dan Mangalean ulos paropa sian tulang yang
artinya memberi kain gendongan dari tulang seperti kebiaasaan beberapa
keluarga Batak lainnya. Mereka juga rupanya turut berbahagia menyambut
kelahiran Arief dan acara mangalean ulos paropa berlangsung seru bagiku
karena ada makanan enak, banyak keluarga dan aku melihat Mamah dan Papah
diberi ulos oleh para keluarga dan saat mereka pulang, aku, Nur, Rina
dan Manda kegirangan karena diberi uang jajan oleh mereka.
29 April 1996
Hari
itu warung kami tutup dan pagi-pagi Papah pergi entah kemana lalu Mamah
menyuruh aku dan ketiga adik perempuanku untuk mandi dan memilihkan
pakaian yang biasa kami gunakan untuk jalan-jalan dan kami pun berdandan
sebaik mungkin. Aku menggunakan celana jeans pendek dan kaos orange,
Nur adikku nomor dua menggunakan celana jeans pendek dan kaos hijau,
Rina menggunakan overall favoritnya dan Manda menggunakan celana jeans
pendek dan kaos Kuning sedangkan Arief dipakaikan baju baru yang bagus
dan Mamah pun berdandan rapi. Mamah bilang hari ini kami akan merayakan
ulang tahun pertama Arief.
Papah
akhirnya pulang dengan membawa kotak besar dan diatasnya ada kotak
kecil. Kotak besar berisi kue tart besar yang pertama kali kulihat
secara nyata karena biasanya aku dan adik-adikku hanya melihat kue tart
dari tayangan televisi. Kue tart itu berwarna hitam yang katanya adalah
coklat “Aneh!” pikirku saat itu. Ada hiasan cream putih dan hiasan buah
cery pada kueh itu yang belakangan aku menjadi tahu bahwa kue itu
bernama Black Forest lalu ada lilin angka satu berwarna merah diletakkan
diatasnya dan kotak lain yang lebih kecil berisikan beberapa kue coklat
kecil yang cantik “Sepertinya itu enak!” pikirku.
Benar
saja apa yang kupikir karena kue itu memang enak sekali. Setelah tiup
lilin, Arief menyuapi kami satu persatu tentu saja dengan dibantu Papah
lalu kami memberikan kecupan dan menjabat tangannya. Aku dan adik-adikku
mendapatkan kueh yang kecil masing-masing 1 buah dan potongan kue tart.
Aku, Nur, Rina dan Manda berebut buah cery dan buah cery terakhir
diperebutkan antara aku dan Nur. Papah mengatakan bahwa sebagai Kakak
aku harus mengalah sehingga Nur lah yang mendapatkan buah Cery terakhir.
Kue tart besar itu lalu dipotong kecil-kecil dan aku ditugasi Mamah
untuk membagikannya kepada para tetangga.
Acara
ulang tahun itu hanya dihadiri aku, adik-adikku, orangtuaku dan satu
kerabat kami bermarga Siambarita yang dulu pernah ikut tinggal bersama
kami. Walau hanya ada kami sekeluarga tapi acara itu sangat menyenangkan
dan itu adalah pertama kalinya ada acara ulang dirumahku dan semenjak
itu barulah kami mengenal budaya ulang tahun.
Arief
tumbuh dengan banyak cinta dan dia menjadi sumber kebahagiaan baru
untuk keluarga kami dan kami sangat menyayanginya dan aku pun melihat
Mamah memperlakukannya dengan penuh kelembutan. Perlakuan dari Mamah dan
Papah padanya memang sedikit berbeda dibandingkan pada kami anak
perempuan namun tidak satupun dari kami yang iri karena kami juga
mencintainya.
Aku,
Nur, Rina dan Manda sering menggodanya dengan mengatakan bahwa dia
adalah anak pungut karena Mamah tidak bisa melahirkan anak laki-laki dan
orang tuanya yang sebenarnya adalah Ibu penjual Lotek. Dia selalu marah
sambil memeluk Mamah setiap kali dia kami ledeki dan itu adalah guyonan
favorit kami untuk Arief tapi kami benar-benar mencintainya dan dia
memiliki tempat yang special dihati kami masing-masing.
Beruntung
dia memiliki Kakak-kakak perempuan yang lebih pantas disebut anak
laki-laki sehingga dia tidak tumbuh kemayu karena hidup dengan 4 Kakak
perempuan. Beberapa kali saat Arief berusia 11 tahun, aku selalu
membawanya ke Stadion Siliwangi setiap kali Persib team sepakbola
kesayangan Bandung bermain dikandang. Dan jika Persib menang maka kami
tidak langsung pulang karena aku akan memboncengnya dan ikut konvoi
bersama Bobotoh lain untuk merayakan kemenangan Persib dan dihadiahi
omelan Mamah karena kami pulang malam.
29 April 2012
Setiap
hari ulang tahun Arief selalu kami rayakan dan tidak pernah dilewatkan
begitu saja. Walau hanya sekedar tiup lilin bersama atau membagikan nasi
bungkus kepada para tetangga yang dalam budaya Sunda biasa disebut
Bancakan. Kadang terpikir olehku untuk merayakannya dengan sedikit
meriah sambil mengundang teman-teman Arief tapi sampai sekarang
keinginanku itu rupanya belum bisa kuwujudkan.
Hari
ini adalah ulang tahun Arief yang ke-17 dan Nur sudah mentransfer uang
untuk membeli Cheese cake. Pagi hari pukul 10 aku berangkat menuju
daerah Laswi dengan menggunkan si Utut motor bebek milik Papah yang
biasa kugunakan dan aku membawa kotak berisi Cheese cake dengan sangat
hati-hati karena aku tidak mau kue cantik itu rusak.
Tiba
dirumah, Aku meminta Rina dan Manda untuk sama-sama memberikan surprise
kecil dan meminta beberapa teman Arief didekat rumah untuk ikut bekerja
sama karena Nur tidak bisa pulang dan hadir bersama kami. Mamah dan
Papah juga tidak ada karena mereka sedang berada di Medan sehingga Arief
hanya menerima ucapan melalui telpon dan kulihat wajahnya sedikit agak
sedih.
Potongan
kue pertama diberikan untukku lalu Rina kemudian Manda. Teman-teman
Arief juga mendapatkan bagian potongan cheese cake dan seperti yang
biasa Mamah lakukan maka cake itupun kupotong dan dibagikan untuk
tetangga walau sedikit. Teman-teman Arief berceloteh satu sama lain
“Ngeunah euy! Maneh geus pernah can ngasaan kue kieu?” artinya “Enak
euy! Kamu sudah pernah belum mencoba kue seperti ini?” dan melihat
tingkah laku temannya yang saling ejek maka senyum diwajah Arief pun
kembali muncul.
29 April 2013
Waktu
terasa cepat berlalu dan hari ini anak laki-laki bernama Arief itu
berusia 18 tahun. Tadi malam pukul 00:00 dengan personil lengkap ada
Mamah, Papah, aku, Nur, Rina dan Manda membangunkan Arief yang sedang
tidur sambil membawa cup cake yang cantik. Arief meniup lilin lalu
mendapat pelukan, ciuman dan doa dari kami secara bergantian dan dengan
semangat dia membuka kadonya yang berisi sepatu.
Arief
sudah besar bukan lagi anak-anak dan tahun ini dia juga Insyallah akan
lulus dari SMA. Kami selalu menyayanginya dan berharap agar dia
bijaksana seperti yang Papah dan Mamah inginkan juga berharap agar dia
menjadi pribadi yang lebih baik disetiap pertambahan usianya.
Ariefku
sayang, ulang tahun bukan hanya kue, kado dan tiup lilin tapi ini
adalah sebuah peringatan bahwa usia sudah bertambah yang artinya jatah
hidup juga semakin berkurang dan Ariefku sayang harus bisa semakin
memaknai hidup ini dan tahu apa tujuan Arief selanjutnya dan semakin
bisa bermanfaat untuk manusia lain selain dirimu sendiri. Kelahiranmu
dulu disambut suka cita karena kau menjadi terang untuk kami dan
teruslah menjadi terang yang sinarnya memberi bahagia untuk setiap
orang.
Seperti
yang pernah kita obrolkan, Arief harus semakin bijak memandang banyak
hal dalam hidup ini dan ingat “Punya apa untuk mati dan bisa apa dalam
hidup?” selamat ulang tahun adikku tersayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar