Hasrat
untuk pergi jauh dari tempatku berada belakangan ini terus menggodaku
karena aku ingin berada dalam kebebasan, bukan di dalam kungkungan
kekakuan manusia. Terkadang hasrat ini bahkan mulai sering mendorongku
untuk mendekati tempat simpanan hingga akhirnya tiba-tiba aku berhijrah
bahkan sebelum kakiku melangkah pergi jauh seperti yang ingin kulakukan.
Kadang
aku berpikir bahwa diri ini mulai mirip seperti kaum yang meminta ‘ini’
setelah dikabulkan permintaan ‘itu’. Kaum yang tidak memenuhi janji
ketika apa yang pernah di minta telah tiba pengabulannya. Terus dan
terus meminta tanpa henti namun tak pernah bersyukur atas apa yang sudah
diterima. Adakah aku begitu Ya Rabb?
Bolehkah
aku pergi dari tempat tetap seperti tulang sulbi ayah dan meminta
berada di tempat simpanan seperti dalam rahim ibu, hingga nanti waktu
perhitungan tiba. Adakah permintaanku itu sama seperti mereka yang
meminta untuk cepatnya azab datang namun pada akhirnya mendapat siksa
yang pedih padahal masih diberi waktu untuk melakukan perbaikan seperti
berita gembira yang Kau beri karena Kau adalah pemberi ampun yang
maafnya sepenuh bumi namun juga amat pedih siksanya untuk si
pembangkang.
Entah
hamba di golongan kaum yang mana tapi rayuan yang berbisik terus
memaksa memakan pohon kayu dan mengingatkanku bahwa apa yang kuminta tak
kuterima bahkan mungkin tak akan pernah kuterima dan mengusir pergi
rayuan yang berbisik itu tidaklah mudah namun aku tahu ada Engkau yang
memudahkan segala yang sukar. Engkau yang Tunggal, yang Kuasa, yang tentu bukanlah ayah Uzair karena Kau tidak beranak dan tidak pula diperanak.
Aku
tahu bahwa aku juga tidak harus mengadakan bahirah, sa-ibah, washilah
ataupun ham seperti Arab jahiliah yang menyembah berhala. Aku hanya
perlu berserah diri namun terkadang aku mengeluh tak tahu diri. Kumohon
jangan lepaskan dekapan dan genggaman tangan ini. Aku berharap agar aku
terus mampu berjalan tanpa terus tertunduk di tempat tetap ini.
Entah
apa ini tapi kurasa bukan puncak kebahagiaan. Aku tahu Kau memang benar
dan apa yang kukerjakan juga tanpa paksaan tapi sabar yang tanpa batas
hampir terkikis oleh bisikan yang membatasi itu. Sungguh aku tidak mau
disesatkan olehMu dan aku tahu bahwa hanya padaMu aku berlindung dari
prasangka buruk diri ini. Kulabuhkan harap padaMu dan meminta semoga
sabar itu tebal kembali, mata tak hanya melihat apa yang ada, hati tak
hanya merasakan apa yang ada dan telingaku tak hanya mendengar apa yang
terucap.
Ampunan
yang luas menyambutku untuk bersujud karena aku sudah meragu dalam
kesempitan dariMu dan aku hanya melihat yang apa terlihat saat aku
berada dikelapangan seolah aku ini mahluk tanpa akal.
Kini
saat aku berada dalam tulang sulbi ayah, kurasa sudah mulai tidak
terlalu menyeramkan lagi walau itu hanya secercah harap. Karena aku tahu
Kau tak meninggalkanku. Aku mencintaiMu dan aku tahu Sang Maha Cinta
selalu mencintai dan mengedepankan kasih sayang kepada siapapun bahkan
kepada makhluk seburuk dan senistaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar