Selasa, 11 Juni 2013

Stroke itu adalah pencuri yang jahat dan sangat terencana



 Ketika mentari menampakan dirinya dan perlahan-lahan mulai mengintip dunia pertanda pagi datang, setiap orang mulai beranjak dari peraduan dan Mamah akan memulainya dengan duka karena harinya selalu diawali dengan buruk. Kemampuan Papah semakin hari semakin menurun beberapa bulan ini, dia tidak mampu lagi mengontrol saat keinginan buang hajatnya datang. Ketika hasrat itu muncul dan dia beranjak dari tempat tidur untuk bersiap memenuhi panggilan alam, hasrat itu membuncah tak tertahan lagi padahal baru satu langkah dia bergerak. Dipagi yang lain terkadang dia bahkan belum sempat sama sekali bangkit dari tempat tidur dan di pagi lainnya dia berhasil masuk ke kamar mandi tapi kotoran itu kadang dibuang tidak pas pada tempatnya.
Kotoran tececer dan bisa kalian bayangkan betapa buruk awal hari Ibuku dengan suguhan yang sama sekali tidak menyenangkan itu dan menjadi wajar rasanya jika Mamah terkadang menjadi agak sedikit emosional, because she is just an ordinary human. Papah tidak mau menggunakan pampers dan akan marah besar jika kami memintanya untuk menggunakannya. Papah juga tidak mempan untuk di nasehati dan dia akan marah jika kami ingatkan dan wajahnya akan murung jika Rina adikku atau Ibuku agak mengingatkannya.
Tidak tega dan pedih rasanya melihat seseorang yang dulunya gagah tiba-tiba menjadi tampak begitu menyedihkan. Inikah yang alam semesta gariskan pada Papah untuk menjalani hari-harinya dimasa tua. Tuhan tolong peluk ayahku dan belai hatinya agar menjadi lembut kembali seperti saat dia masih sehat karena aku mengenalnya sangat dekat sepanjang hidupku dan dia adalah laki-laki penuh kelembutan semasa dia sehat dan dia adalah laki-laki pertama yang kucintai dimuka bumi ini.
Tulisan ini sebenarnya pernah aku tulis pada tanggal 25 Maret 2012 di blogku yang sepi lalu sekarang aku mencoba sedikit menambahkannya dengan kondisi Papah saat ini. Tulisan inilah yang akan menjadi awal ceritaku tentang Stroke yang ingin kubagikan pada Kompasianer. Sebetulnya aku ingin menulis tentang Seks untuk penderita Stroke seperti yang pernah kusampaikan ditulisanku sebelumnya tapi setelah kupikir-pikir aku ingin memulai ceritaku tentang Stroke dimulai dengan cerita tentang Papah yang lebih dulu menjadi seorang Stroke Survivor daripada aku agar menjadi gambaran untuk kawan-kawan dan mudah-mudahan bermanfaat agar lebih menjaga kesehatan karena sungguh Stroke itu adalah derita yang proses penerimaannya tidaklah mudah.
Aku mulai mencoba menulis pada tanggal 4 April 2013 tapi kuhentikan karena aku selalu teringat masa kecilku yang penuh kenangan dengannya sang pahlawan bijakku dan idolaku. Kenangan bersama seorang Ayah dan sahabat yang kupanggil Papah. Banyak bayangan muncul di benakku di tambah dengan derasnya hujan sederas air mata dari tangis hatiku setiap kali aku mencoba menulis dan ini suasana yang SEMPURNA!
Akhirnya aku hentikan tulisanku dan mulai larut dalam bayangan tahun 1993, tahun yang merupakan awal kepindahan kami dari tempat tinggal kami di Bojong Citepus ke tempat tinggal kami saat ini di Sadang. Kami pindah karena daerah Bojong Citepus adalah daerah industri dengan banyak pabrik dan selalu banjir hingga pinggang orang dewasa setiap kali musim hujan datang. Kondisi ini membuat Mamah sering sakit-sakitan dan Papah memutuskan untuk pindah dan jika tidak salah itu sekitar bulan Februari atau Maret aku lupa.
Karena saat itu aku sedang bersekolah, menurut Papah rasanya tanggung dan akan merusak fokusku jika aku pindah sekolah mendekati ujian kenaikan kelas dan karena sewa kontrak rumah kami di Bojong citepus juga belum habis, maka diputuskanlah agar aku tetap bersekolah di Bojong Citepus hingga lulus kelas 1SD dan itu adalah masa-masa awal duetku dengan Papah yang menjadikan kami partner terbaik. Aku berangkat sekolah dibonceng Papah dengan naik motor bebek warna merah dari Sadang ke SD Cangkuan VII di dekat Bojong citepus dan sementara aku bersekolah Papah akan menjaga warung di rumah kontrakan kami.
Saat aku pulang sekolah Papah akan membelikan lotek,oseng kangkung atau sayur lainnya untuk lauk kami makan siang dan sambil mengerjakan tugas sekolah aku akan membantunya menjaga warung hingga pukul 2 siang lalu bersiap pulang ke Sadang karena Papah juga harus belanja dan membantu Mamah yang juga kerepotan menjaga warung di Sadang sambil mengurus ketiga adikku yaitu Nur, Rina dan Naomi (saat itu adik bungsuku Arief belum lahir).
Siklus kehidupan tampak sibuk dan merepotkan saat itu hingga adikku Naomi menjadi korban. Badanya bengkak dan dibawa ke dokter disana sini, beberapa dokter mengatakan Naomi terkena Kanker dan entah penyakit menyeramkan apa lagi. Lalu Naomi dibawa ke rumah sakit dan divonis gejala tumor dan harus menjalani serangkaian perawatan tapi Mamah menolak dan memilih untuk membawa Naomi pulang.
Suatu hari Mamah akhirnya membawa Naomi ke tempat praktek Bidan Boru Siboro di daerah Babakan Tarogong yang juga merupakan tempat Naomi lahir. Bidan itu berkata bahwa Naomi terkena penyakit Beri-beri dan kurang diperhatikan soal gizi makanan dan terlalu sering dibiarkan tidur dilantai. Bidan itu lalu memberi Naomi sedikit vitamin dan menyuruh Mamah lebih memberi perhatian dan rutin memberikan bubur kacang hijau dan beras merah. Alhamdulillah akhirnya Naomi pun sembuh, dahsyat!
Aku akhirnya naik ke kelas dua dan Papah menyuruhku mendaftarkan diriku sendiri ke SDN Margahayu XI di Sadang yang jaraknya tidak jauh dari rumah dan cukup ditempuh dengan berjalan kaki saja. Ya aku mendaftarkan diriku sendiri dan saat itu Ibu Suyati yang menerimaku. Tentu saja untuk urusan biaya diurus oleh Papah keesokan harinya, dia menyuruhku hanya untuk melihat sejauh mana keberanianku dan aku berani, hebat kan! Setelah pindah sekolah kami akhirnya tinggal bersama siang dan malam di Sadang tanpa harus lagi ke Bojong.
Itulah potongan kenangan 20 tahun silam yang sekarang sering muncul dibenakku lalu aku membandingkannya dengan melihat kondisi Papah saat ini dan membuatku tidak berhenti menangis sehingga aku tidak mampu menulis apapun lagi. Semakin aku mencoba menulis, semakin banyak kenangan yang muncul disertai tangisan. Tangis sakit hati karena tidak tega melihat laki-laki yang dulu begitu gagah kini tanpa daya untuk mengurus kotorannya sendiri dan hatiku pedih melihat kondisinya dimasa kini.
Seharusnya dia sehat dan menyemangatiku saat aku sakit seperti ini. Aku tidak tega dan berharap penyakitnya berpindah padaku saja. Tapi dengan rekayasa Allah Sang Penguasa Alam Semesta, Dia memelukku tadi malam melalui obrolanku dengan Ruby sahabatku yang berakhir dengan curhatku. Ruby berkata bahwa aku takabur alias menganggap remeh kemampuan Papah seolah Papah tidak sanggup menjalani deritanya padahal janji Allah adalah tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan umat-Nya, so PAPAH PASTI SANGGUP, Papah hanya butuh motivasi dan aku harus menguatkan diriku sendiri lalu kami saling menguatkan satu sama lain.
Ruby mengatakan bahwa Aku harus bisa menjadi motivasi untuk Papah yang semangatnya sedang kendur agar ikut bangkit bersamaku. Menurut Ruby gelombang otak kami akan tersambung dan berkomunikasi. Aku hanya perlu berafirmasi saja yaitu berpikiran positif dengan membayangkan situasi atau keadaan yang kuinginkan secara berulangkali untuk mengesankan alam bawah sadarku sehingga memicuku untuk menimbulkanya dalam tindakan positif dan alam semesta akan merambatkannya kepada Allah dan Allah sudah berjanji akan mengabulkan permintaan umatNya asalkan Istiqomah dan tidak labil. Sederhananya berdoa, ikhtiar dan yakin. Thank you so much Ruby sang astral traveler kini aku sudah bisa melanjutkan kembali cerita tentang Ayahku tanpa air mata pedih.
Aku akui bahwa aku selalu merindukan solusi bijak Ayahku yang 3 tahun lalu, tepatnya 6 September 2009 telah dicopet oleh Stroke. Sore itu aku tiba di rumah setelah berjalan-jalan dengan Ononk dan aku melihat ada pemandangan yang tidak biasa. Mamah dan adik-adikku sedang berkumpul mengelilingi Papah “Papah kenapa Mah?” Tanyaku.
“Nggak tau lah Mamah, ditanya kenapa nggak jawab. Papah nggak bisa ngomong!” Jawab Mamah dengan wajah tenang. Wajah Ibuku sang perempuan hebat ini memang selalu tenang saat dihadapkan pada masalah tersulit sekalipun karena dia sudah menguasai dirinya dengan kesadaran penuh akan apa yang sedang dia alami. Dia sudah terlatih dengan kejutan kehidupan. Tapi tetap saja aku melihat wajahnya menyiratkan kekhawatiran mendalam yang coba ia sembunyikan dari siapapun.
Kejadian seperti ini sebetulnya sudah pernah terjadi sebanyak dua kali yaitu Desember 2004 dimana Papah tiba-tiba lemas lalu kesulitan menggerakkan kaki dan tangan juga kesulitan berbicara selama satu bulan tapi setelah itu pulih lagi tanpa sentuhan medis. Kemudian 17 Maret 2009 ketika Papah mengurus korban tabrakan sepupuku bersama Ononk di rumah sakit Al islam. Ononk mengatakan bahwa saat itu Papah tiba-tiba lemas dan kesulitan berbicara tapi tidak lama dan saat itu kami tidak memiliki pengetahuan apapun tentang Stroke termasuk kejadian 6 September 2009 saat Ayahku terkena serangan Stroke yang berhasil membawa pergi suaranya dan belum mengembalikannya hingga saat ini.
Hari itu kami tidak tahu dan paham apa yang terjadi, kami tidak paham tentang Stroke dan pertolongan pertama yang Mamah dan adik-adikku lakukan hanyalah membopongnya ke rumah lalu Papah beristirahat tapi keesokan harinya keadaan Papah tidak kunjung membaik, tangannya tetap kaku, Papah tidak bisa berjalan dan suaranya hilang. Berita ini kami kabarkan kepada keluarga dan mereka berdatangan satu persatu lalu membawa Papah berobat mulai dari pengobatan yang disebut pengobatan kampung juga dibawa ke pengobatan Cina di jalan Rajawali tapi tidak menghasilkan apapun.
Kemampuan berkomunikasi nya memburuk, dia hanya mampu berbicara tapi hanya kata-kata terakhir yang didengarnyalah yang mampu dia ucapkan. Dia bisa berpikir namun otak dan lidahnya tidak singkron dan dia akan kelelahan saat berjuang hanya untuk sekedar menyampaikan keinginannya. Untuk minta di antar pergi ke satu tempat yang dia mau saja bisa membutuhkan proses 1 sampai 2 jam hingga kami bisa mengerti maksudnya.
Diawal sakitnya aku justru menjauhinya karena aku tidak bisa menerima kondisinya saat itu dan aku mulai menyibukkan diri karena membenci situasi namun setelah aku merenung akhirnya aku tahu bahwa aku sedih tapi situasi ini pasti lebih menyedihkan bagi Papah. Terasa sulit tapi sudah tentu ini lebih sulit baginya dan setelah itu aku mulai mendekatinya dan setiap pagi aku mulai memijat kaki dan tangannya diteras rumah sambil menikmati matahari pagi dan aku akan selalu berkata kepadanya “Papah harus bersyukur, karena Tuhan ngasih Papah kehidupan ke-2 dan ngasih kesempatan Papah untuk belajar lagi. Setiap manusia itu kan mengalami proses belajar Pah mulai dari ngomong, proses belajar jalan dan proses lainnya dari waktu masih bayi dan itu yang Papah alami saat ini. Jadi kalo waktu Papah masih anak-anak saja Papah bisa melewatinya, sekarang pasti bakal lebih mudah untuk Papah melewati ini semua! Anak kecil itu kan selalu tanpa dosa Pah dan mudah-mudahan penyakit ini menghapuskan dosa-dosa Papah!” Kata-kata itu manjur dan mampu membuatnya tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya pertanda setuju dan sekarang kata-kata itu kutujukan untuk diriku sendiri, hehe.
Februari 2010 saat Papah sudah bisa sedikit berjalan walau sempoyongan dan mengkhawatirkan, aku berinisiatif untuk membawanya berobat ke RSHS dan barulah aku sedikit paham tentang Stroke. Papah mengalami Stroke akibat hipertensi dan ada sumbatan di pembuluh darah. Kami bolak-balik rumah sakit seminggu sekali. Dia mendapatkan terapi okupasi dan terapi wicara juga serangkaian tes yang melelahkan dari satu ruangan ke ruangan lain yang jaraknya lumayan menguras energi Papah dan aku selalu menuntunnya perlahan sambil menangis diam-diam.
Karena obat syaraf itu mahal sementara yang sakit adalah tulang punggung kami maka kami menyerah dan pengobatan pun dihentikan. Papah mulai menjalani terapi pijat tradisional sejak Juni 2010 yang diperkenalkan untuk pertama kali oleh salah satu kerabat Papah dan hasilnya kini kemampuan berjalannya sudah semakin baik demikian pula dengan tangannya tapi tidak dengan suara dan perilakunya karena kini dia benar-benar seperti anak-anak. Mudah marah, manja dan tidak bisa berkomunikasi karena gangguan pada pita suaranya.
Dulu dia tidak kenal menyerah, gigih berjuang untuk kami dan selalu memberikan ketenangan jika istri atau anak-anaknya mengalami masalah. Entah dari mana datangnya ketenangan pada dirinya, tapi itu adalah sikap yang selalu ingin aku tiru agar bisa sama dengannya. Dia selalu bisa memberikan petuah-petuah bijak atas semua masalah yang aku alami dan sekarang aku begitu membutuhkan dia untuk berbincang denganku. Aku ingin menceritakan semua kebingunganku atas sakitku, semua kekecewaanku pada diriku sendiri karena aku tidak menjadi perempuan yang tulus dan karena aku belum sepenuhnya meringankan beban Ibuku (”Maafin aku Mah!”), karena aku telah gagal menjaga adik2ku dari orang jahat bahkan dari diriku sendiri (”Maafin Kakak ya Gu, Na, Nda, Rif!”) dan betapa aku ingin bertanya banyak hal tentang pernikahan padanya.
Papahhhhhhh,, aku kangen. Kangen solusi bijak Papah. “Maafin aku Pah, cepet sembuh yu Pah. Kita balapan dan mari kita berduet lagi karena kita ini kan Duo Stroke Survivor yang hebat. Ayo Pah we do the best and let God do the rest.” Jika dulu dia adalah laki-laki yang hebat (kebanyakan setiap anak akan merasa Ayahnya lah yang terhebat dan begitu pun denganku!), kini pun dia tetap menjadi yang terhebat. Kenangan yang muncul adalah saksi kegagahannya dan sekarang kami akan membuat kenangan baru untuk masa mendatang tentang kegagahan duet kami. We are rocks!!!
Semoga cerita ini bermanfaat kawan-kawanku. Stroke tidak hanya merubah gerak fisik tapi juga perangai. Tidak hanya mempengaruhi penderitanya tapi juga orang-orang di dekatnya. Semoga ini menjadi pembelajaran karena kita bisa belajar dari pengalaman dan pengalaman itu bisa dari pengalaman orang lain.
Aku selalu berdoa agar apa yang kami para Stroke Survivor alami tidak lagi menimpa orang lain tapi jika itu terjadi maka kenali gejalanya dan lakukan penanganan secepatnya agar tidak mengalami kebodohan seperti kami saat Papah terserang Stroke. Lihatlah kawan-kawan Stroke menyerang Ayahku pada usia 53 tahun dan menyerangku pada usia 27 tahun dengan mengalami pecah pembuluh darah diotak kanan akibat hipertensi genetik yang aku tahu sejak aku kelas 5sd. Pada kalian kukatakan sungguh Stroke bisa menyerang siapa saja, kapan saja dan dimana saja dan kondisi pasca Stroke tergantung dari kecepatan penanganan saat awal serangan Stroke itu datang dan kami tidak cepat tanggap saat Stroke mencopet Papah.
Kusampaikan bahwa Stroke itu adalah pencuri yang jahat dan sangat terencana untuk merusak langsung ke inti saraf di otak. Pelan-pelan Stroke si pencuri mulai menjalankan misinya dengan cara masuk melalui arteri yaitu pembuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung ke seluruh bagian tubuh. Dia membuat sumbatan, penyempitan dan bahkan memecahkannya tanpa belas kasih sehingga aliran darah dan oksigen ke otak menjadi berkurang dan kau menjadi lengah.
Saat itulah dia mulai menjalankan aksi pencurian terkutuknya, Stroke mengambil fungsi gerak kaki, tangan, suara, memory dan Stroke yang tidak memiliki hati bahkan mencuri segalanya tanpa menyisakan apapun karena yang dia curi adalah nyawa. Hilang, lepas dan membawa korbannya pergi menjauh tanpa memberi kesempatan sedikitpun untuk saling mengucapkan salam perpisahan.
Jadi ayo tangkap Stroke dan kroni-kroninya. Lempar kejurang terdalam di tempat pengasingan yang jauh dan jangan biarkan dia mendekati siapapun. Jangan beri celah untuk Stroke sedikitpun. Dia adalah pencuri yang menyebalkan maka antisipasilah sobat, gagalkan rencananya agar jangan sampai kau kehilangan.

dance with my father again by Luther Vandros
If I could get another chance
Another walk, another dance with him,
I’d play a song that would never ever end
How I’d love love love, to dance with my father again
When I and my mother would disagree
To get my way I would run from her to him
He’d make me laugh just to comfort me(yeah, yeah)
Then finally make me do just what my momma said
Later that night, when I was asleep
He left a dollar under my sheet
Never dreamed that he would be gone from me


 
Pa Dayat Ayah yang paling kami cintai, guru kami, kecintaan kami! Mari berjuang Jendral, jangan mnyerahhhh! Kembalilah Pah because we really need you. Liat kami anak-anakmu Pah, ingat sakit itu boleh jadi takdir tapi sehat adalah pilihan. I love you Mr.Hidayat Manik.

Seuntai doa: Ya Rabb, RancanganMu adalah yang terbaik dan mudah2an kesembuhanku dan Ayahku ada dalam RancanganMu. Sehatkan Ibuku dan tambahkan ketabahan dihatinya. Jauhkan adik-adikku dan Ononk dari marabahaya dan dari orang-orang yang berniat jahat Ya Allah. Pinjamkan lagi kaki dan tangan padaku dan Papah termasuk suaranya. Aamiin ya rabbal alamin.
Terima kasih untuk yang ikut mengaminkan doa ini :)
 
1365347968750042418
Hasil afirmasi yang kontan kudapat pagi ini 7 April 2013 sebuah bincang mesra ayah dan anak tentang banyak hal dengan bahasanya yang mulai kumengerti
13653481611427912913
Sebuah kenangan di Bojong Citepus bersama Nenek pemilik kontrakan, Aku berbaju biru sedang merangkul Nur yang berbaju Pink dan disampingku ada Papah menggendong Rina dan Mamah jongkok menggendong Naomi. Sejak dulu kami adalah team yang kompak dalam menghidupi hidup.
Stroke Story

Tidak ada komentar:

Posting Komentar