Ketika
mentari menampakan dirinya dan perlahan-lahan mulai mengintip dunia
pertanda pagi datang, setiap orang mulai beranjak dari peraduan dan
Mamah akan memulainya dengan duka karena harinya selalu diawali dengan
buruk. Kemampuan Papah semakin hari semakin menurun beberapa bulan ini,
dia tidak mampu lagi mengontrol saat keinginan buang hajatnya datang.
Ketika hasrat itu muncul dan dia beranjak dari tempat tidur untuk
bersiap memenuhi panggilan alam, hasrat itu membuncah tak tertahan lagi
padahal baru satu langkah dia bergerak. Dipagi yang lain terkadang dia
bahkan belum sempat sama sekali bangkit dari tempat tidur dan di pagi
lainnya dia berhasil masuk ke kamar mandi tapi kotoran itu kadang
dibuang tidak pas pada tempatnya.
Kotoran
tececer dan bisa kalian bayangkan betapa buruk awal hari Ibuku dengan
suguhan yang sama sekali tidak menyenangkan itu dan menjadi wajar
rasanya jika Mamah terkadang menjadi agak sedikit emosional, because she
is just an ordinary human. Papah tidak mau menggunakan pampers dan akan
marah besar jika kami memintanya untuk menggunakannya. Papah juga tidak
mempan untuk di nasehati dan dia akan marah jika kami ingatkan dan
wajahnya akan murung jika Rina adikku atau Ibuku agak mengingatkannya.
Tidak
tega dan pedih rasanya melihat seseorang yang dulunya gagah tiba-tiba
menjadi tampak begitu menyedihkan. Inikah yang alam semesta gariskan
pada Papah untuk menjalani hari-harinya dimasa tua. Tuhan tolong peluk
ayahku dan belai hatinya agar menjadi lembut kembali seperti saat dia
masih sehat karena aku mengenalnya sangat dekat sepanjang hidupku dan
dia adalah laki-laki penuh kelembutan semasa dia sehat dan dia adalah
laki-laki pertama yang kucintai dimuka bumi ini.
Tulisan
ini sebenarnya pernah aku tulis pada tanggal 25 Maret 2012 di blogku
yang sepi lalu sekarang aku mencoba sedikit menambahkannya dengan
kondisi Papah saat ini. Tulisan inilah yang akan menjadi awal ceritaku
tentang Stroke yang ingin kubagikan pada Kompasianer. Sebetulnya aku
ingin menulis tentang Seks untuk penderita Stroke seperti yang pernah
kusampaikan ditulisanku sebelumnya tapi setelah kupikir-pikir aku ingin
memulai ceritaku tentang Stroke dimulai dengan cerita tentang Papah yang
lebih dulu menjadi seorang Stroke Survivor daripada aku agar menjadi
gambaran untuk kawan-kawan dan mudah-mudahan bermanfaat agar lebih
menjaga kesehatan karena sungguh Stroke itu adalah derita yang proses
penerimaannya tidaklah mudah.
Aku
mulai mencoba menulis pada tanggal 4 April 2013 tapi kuhentikan karena
aku selalu teringat masa kecilku yang penuh kenangan dengannya sang
pahlawan bijakku dan idolaku. Kenangan bersama seorang Ayah dan sahabat
yang kupanggil Papah. Banyak bayangan muncul di benakku di tambah dengan
derasnya hujan sederas air mata dari tangis hatiku setiap kali aku
mencoba menulis dan ini suasana yang SEMPURNA!
Akhirnya aku hentikan tulisanku dan mulai larut dalam bayangan tahun 1993, tahun yang merupakan awal kepindahan kami dari
tempat tinggal kami di Bojong Citepus ke tempat tinggal kami saat ini
di Sadang. Kami pindah karena daerah Bojong Citepus adalah daerah
industri dengan banyak pabrik dan selalu banjir hingga pinggang orang
dewasa setiap kali musim hujan datang. Kondisi ini membuat Mamah sering
sakit-sakitan dan Papah memutuskan untuk pindah dan jika tidak salah itu
sekitar bulan Februari atau Maret aku lupa.
Karena
saat itu aku sedang bersekolah, menurut Papah rasanya tanggung dan akan
merusak fokusku jika aku pindah sekolah mendekati ujian kenaikan kelas
dan karena sewa kontrak rumah kami di Bojong citepus juga belum habis,
maka diputuskanlah agar aku tetap bersekolah di Bojong Citepus hingga
lulus kelas 1SD dan itu adalah masa-masa awal duetku dengan Papah yang
menjadikan kami partner terbaik. Aku berangkat sekolah dibonceng Papah
dengan naik motor bebek warna merah dari Sadang ke SD Cangkuan VII di
dekat Bojong citepus dan sementara aku bersekolah Papah akan menjaga
warung di rumah kontrakan kami.
Saat
aku pulang sekolah Papah akan membelikan lotek,oseng kangkung atau
sayur lainnya untuk lauk kami makan siang dan sambil mengerjakan tugas
sekolah aku akan membantunya menjaga warung hingga pukul 2 siang lalu
bersiap pulang ke Sadang karena Papah juga harus belanja dan membantu
Mamah yang juga kerepotan menjaga warung di Sadang sambil mengurus
ketiga adikku yaitu Nur, Rina dan Naomi (saat itu adik bungsuku Arief
belum lahir).
Siklus
kehidupan tampak sibuk dan merepotkan saat itu hingga adikku Naomi
menjadi korban. Badanya bengkak dan dibawa ke dokter disana sini,
beberapa dokter mengatakan Naomi terkena Kanker dan entah penyakit
menyeramkan apa lagi. Lalu Naomi dibawa ke rumah sakit dan divonis
gejala tumor dan harus menjalani serangkaian perawatan tapi Mamah
menolak dan memilih untuk membawa Naomi pulang.
Suatu
hari Mamah akhirnya membawa Naomi ke tempat praktek Bidan Boru Siboro
di daerah Babakan Tarogong yang juga merupakan tempat Naomi lahir. Bidan
itu berkata bahwa Naomi terkena penyakit Beri-beri dan kurang
diperhatikan soal gizi makanan dan terlalu sering dibiarkan tidur
dilantai. Bidan itu lalu memberi Naomi sedikit vitamin dan menyuruh
Mamah lebih memberi perhatian dan rutin memberikan bubur kacang hijau
dan beras merah. Alhamdulillah akhirnya Naomi pun sembuh, dahsyat!
Aku
akhirnya naik ke kelas dua dan Papah menyuruhku mendaftarkan diriku
sendiri ke SDN Margahayu XI di Sadang yang jaraknya tidak jauh dari
rumah dan cukup ditempuh dengan berjalan kaki saja. Ya aku mendaftarkan
diriku sendiri dan saat itu Ibu Suyati yang menerimaku. Tentu saja untuk
urusan biaya diurus oleh Papah keesokan harinya, dia menyuruhku hanya
untuk melihat sejauh mana keberanianku dan aku berani, hebat kan!
Setelah pindah sekolah kami akhirnya tinggal bersama siang dan malam di
Sadang tanpa harus lagi ke Bojong.
Itulah
potongan kenangan 20 tahun silam yang sekarang sering muncul dibenakku
lalu aku membandingkannya dengan melihat kondisi Papah saat ini dan
membuatku tidak berhenti menangis sehingga aku tidak mampu menulis
apapun lagi. Semakin aku mencoba menulis, semakin banyak kenangan yang
muncul disertai tangisan. Tangis sakit hati karena tidak tega melihat
laki-laki yang dulu begitu gagah kini tanpa daya untuk mengurus
kotorannya sendiri dan hatiku pedih melihat kondisinya dimasa kini.
Seharusnya
dia sehat dan menyemangatiku saat aku sakit seperti ini. Aku tidak tega
dan berharap penyakitnya berpindah padaku saja. Tapi dengan rekayasa
Allah Sang Penguasa Alam Semesta, Dia memelukku tadi malam melalui
obrolanku dengan Ruby sahabatku yang berakhir dengan curhatku. Ruby
berkata bahwa aku takabur alias menganggap remeh kemampuan Papah seolah
Papah tidak sanggup menjalani deritanya padahal janji Allah adalah tidak
akan memberikan cobaan diluar kemampuan umat-Nya, so PAPAH PASTI
SANGGUP, Papah hanya butuh motivasi dan aku harus menguatkan diriku
sendiri lalu kami saling menguatkan satu sama lain.
Ruby
mengatakan bahwa Aku harus bisa menjadi motivasi untuk Papah yang
semangatnya sedang kendur agar ikut bangkit bersamaku. Menurut Ruby
gelombang otak kami akan tersambung dan berkomunikasi. Aku hanya perlu
berafirmasi saja yaitu berpikiran positif dengan membayangkan situasi
atau keadaan yang kuinginkan secara berulangkali untuk mengesankan alam
bawah sadarku sehingga memicuku untuk menimbulkanya dalam tindakan
positif dan alam semesta akan merambatkannya kepada Allah dan Allah
sudah berjanji akan mengabulkan permintaan umatNya asalkan Istiqomah dan
tidak labil. Sederhananya berdoa, ikhtiar dan yakin. Thank you so much
Ruby sang astral traveler kini aku sudah bisa melanjutkan kembali cerita
tentang Ayahku tanpa air mata pedih.
Aku
akui bahwa aku selalu merindukan solusi bijak Ayahku yang 3 tahun lalu,
tepatnya 6 September 2009 telah dicopet oleh Stroke. Sore itu aku tiba
di rumah setelah berjalan-jalan dengan Ononk dan aku melihat ada
pemandangan yang tidak biasa. Mamah dan adik-adikku sedang berkumpul
mengelilingi Papah “Papah kenapa Mah?” Tanyaku.
“Nggak
tau lah Mamah, ditanya kenapa nggak jawab. Papah nggak bisa ngomong!”
Jawab Mamah dengan wajah tenang. Wajah Ibuku sang perempuan hebat ini
memang selalu tenang saat dihadapkan pada masalah tersulit sekalipun
karena dia sudah menguasai dirinya dengan kesadaran penuh akan apa yang
sedang dia alami. Dia sudah terlatih dengan kejutan kehidupan. Tapi
tetap saja aku melihat wajahnya menyiratkan kekhawatiran mendalam yang
coba ia sembunyikan dari siapapun.
Kejadian seperti ini sebetulnya sudah pernah terjadi sebanyak dua kali yaitu Desember 2004 dimana
Papah tiba-tiba lemas lalu kesulitan menggerakkan kaki dan tangan juga
kesulitan berbicara selama satu bulan tapi setelah itu pulih lagi tanpa
sentuhan medis. Kemudian 17
Maret 2009 ketika Papah mengurus korban tabrakan sepupuku bersama Ononk
di rumah sakit Al islam. Ononk mengatakan bahwa saat itu Papah
tiba-tiba lemas dan kesulitan berbicara tapi tidak lama dan saat itu
kami tidak memiliki pengetahuan apapun tentang Stroke termasuk kejadian
6 September 2009 saat Ayahku terkena serangan Stroke yang berhasil
membawa pergi suaranya dan belum mengembalikannya hingga saat ini.
Hari
itu kami tidak tahu dan paham apa yang terjadi, kami tidak paham
tentang Stroke dan pertolongan pertama yang Mamah dan adik-adikku
lakukan hanyalah membopongnya ke rumah lalu Papah beristirahat tapi
keesokan harinya keadaan Papah tidak kunjung membaik, tangannya tetap
kaku, Papah tidak bisa berjalan dan suaranya hilang. Berita ini kami
kabarkan kepada keluarga dan mereka berdatangan satu persatu lalu
membawa Papah berobat mulai dari pengobatan yang disebut pengobatan
kampung juga dibawa ke pengobatan Cina di jalan Rajawali tapi tidak
menghasilkan apapun.
Kemampuan
berkomunikasi nya memburuk, dia hanya mampu berbicara tapi hanya
kata-kata terakhir yang didengarnyalah yang mampu dia ucapkan. Dia bisa
berpikir namun otak dan lidahnya tidak singkron dan dia akan kelelahan
saat berjuang hanya untuk sekedar menyampaikan keinginannya. Untuk minta
di antar pergi ke satu tempat yang dia mau saja bisa membutuhkan proses
1 sampai 2 jam hingga kami bisa mengerti maksudnya.
Diawal
sakitnya aku justru menjauhinya karena aku tidak bisa menerima
kondisinya saat itu dan aku mulai menyibukkan diri karena membenci
situasi namun setelah aku merenung akhirnya aku tahu bahwa aku sedih
tapi situasi ini pasti lebih menyedihkan bagi Papah. Terasa sulit tapi
sudah tentu ini lebih sulit baginya dan setelah itu aku mulai
mendekatinya dan setiap pagi aku mulai memijat kaki dan tangannya
diteras rumah sambil menikmati matahari pagi dan aku akan selalu berkata
kepadanya “Papah harus bersyukur, karena Tuhan ngasih Papah kehidupan
ke-2 dan ngasih kesempatan Papah untuk belajar lagi. Setiap manusia itu
kan mengalami proses belajar Pah mulai dari ngomong, proses belajar
jalan dan proses lainnya dari waktu masih bayi dan itu yang Papah alami
saat ini. Jadi kalo waktu Papah masih anak-anak saja Papah bisa
melewatinya, sekarang pasti bakal lebih mudah untuk Papah melewati ini
semua! Anak kecil itu kan selalu tanpa dosa Pah dan mudah-mudahan
penyakit ini menghapuskan dosa-dosa Papah!” Kata-kata itu manjur dan
mampu membuatnya tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya pertanda
setuju dan sekarang kata-kata itu kutujukan untuk diriku sendiri, hehe.
Februari
2010 saat Papah sudah bisa sedikit berjalan walau sempoyongan dan
mengkhawatirkan, aku berinisiatif untuk membawanya berobat ke RSHS dan
barulah aku sedikit paham tentang Stroke. Papah mengalami Stroke akibat
hipertensi dan ada sumbatan di pembuluh darah. Kami bolak-balik rumah
sakit seminggu sekali. Dia mendapatkan terapi okupasi dan terapi wicara
juga serangkaian tes yang melelahkan dari satu ruangan ke ruangan lain
yang jaraknya lumayan menguras energi Papah dan aku selalu menuntunnya
perlahan sambil menangis diam-diam.
Karena
obat syaraf itu mahal sementara yang sakit adalah tulang punggung kami
maka kami menyerah dan pengobatan pun dihentikan. Papah mulai menjalani
terapi pijat tradisional sejak Juni 2010 yang diperkenalkan untuk
pertama kali oleh salah satu kerabat Papah dan hasilnya kini kemampuan
berjalannya sudah semakin baik demikian pula dengan tangannya tapi tidak
dengan suara dan perilakunya karena kini dia benar-benar seperti
anak-anak. Mudah marah, manja dan tidak bisa berkomunikasi karena
gangguan pada pita suaranya.
Dulu
dia tidak kenal menyerah, gigih berjuang untuk kami dan selalu
memberikan ketenangan jika istri atau anak-anaknya mengalami masalah.
Entah dari mana datangnya ketenangan pada dirinya, tapi itu adalah sikap
yang selalu ingin aku tiru agar bisa sama dengannya. Dia selalu bisa
memberikan petuah-petuah bijak atas semua masalah yang aku alami dan
sekarang aku begitu membutuhkan dia untuk berbincang denganku. Aku ingin
menceritakan semua kebingunganku atas sakitku, semua kekecewaanku pada
diriku sendiri karena aku tidak menjadi perempuan yang tulus dan karena
aku belum sepenuhnya meringankan beban Ibuku (”Maafin aku Mah!”), karena
aku telah gagal menjaga adik2ku dari orang jahat bahkan dari diriku
sendiri (”Maafin Kakak ya Gu, Na, Nda, Rif!”) dan betapa aku ingin
bertanya banyak hal tentang pernikahan padanya.
Papahhhhhhh,,
aku kangen. Kangen solusi bijak Papah. “Maafin aku Pah, cepet sembuh yu
Pah. Kita balapan dan mari kita berduet lagi karena kita ini kan Duo Stroke Survivor yang hebat. Ayo Pah we do the best and let God do the rest.”
Jika dulu dia adalah laki-laki yang hebat (kebanyakan setiap anak akan
merasa Ayahnya lah yang terhebat dan begitu pun denganku!), kini pun dia
tetap menjadi yang terhebat. Kenangan yang muncul adalah saksi
kegagahannya dan sekarang kami akan membuat kenangan baru untuk masa
mendatang tentang kegagahan duet kami. We are rocks!!!
Semoga
cerita ini bermanfaat kawan-kawanku. Stroke tidak hanya merubah gerak
fisik tapi juga perangai. Tidak hanya mempengaruhi penderitanya tapi
juga orang-orang di dekatnya. Semoga ini menjadi pembelajaran karena
kita bisa belajar dari pengalaman dan pengalaman itu bisa dari
pengalaman orang lain.
Aku
selalu berdoa agar apa yang kami para Stroke Survivor alami tidak lagi
menimpa orang lain tapi jika itu terjadi maka kenali gejalanya dan
lakukan penanganan secepatnya agar tidak mengalami kebodohan seperti
kami saat Papah terserang Stroke. Lihatlah kawan-kawan Stroke menyerang
Ayahku pada usia 53 tahun dan menyerangku pada usia 27 tahun dengan
mengalami pecah pembuluh darah diotak kanan akibat hipertensi genetik
yang aku tahu sejak aku kelas 5sd. Pada kalian kukatakan sungguh Stroke
bisa menyerang siapa saja, kapan saja dan dimana saja dan kondisi pasca
Stroke tergantung dari kecepatan penanganan saat awal serangan Stroke
itu datang dan kami tidak cepat tanggap saat Stroke mencopet Papah.
Kusampaikan
bahwa Stroke itu adalah pencuri yang jahat dan sangat terencana untuk
merusak langsung ke inti saraf di otak. Pelan-pelan Stroke si pencuri
mulai menjalankan misinya dengan cara masuk melalui arteri yaitu pembuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung ke seluruh bagian tubuh. Dia membuat sumbatan, penyempitan dan bahkan memecahkannya tanpa belas kasih sehingga aliran darah dan oksigen ke otak menjadi berkurang dan kau menjadi lengah.
Saat
itulah dia mulai menjalankan aksi pencurian terkutuknya, Stroke
mengambil fungsi gerak kaki, tangan, suara, memory dan Stroke yang tidak
memiliki hati bahkan mencuri segalanya tanpa menyisakan apapun karena
yang dia curi adalah nyawa. Hilang, lepas dan membawa korbannya pergi
menjauh tanpa memberi kesempatan sedikitpun untuk saling mengucapkan
salam perpisahan.
Jadi
ayo tangkap Stroke dan kroni-kroninya. Lempar kejurang terdalam di
tempat pengasingan yang jauh dan jangan biarkan dia mendekati siapapun.
Jangan beri celah untuk Stroke sedikitpun. Dia adalah pencuri yang
menyebalkan maka antisipasilah sobat, gagalkan rencananya agar jangan
sampai kau kehilangan.
dance with my father again by Luther Vandros
If I could get another chance
Another walk, another dance with him,
I’d play a song that would never ever end
How I’d love love love, to dance with my father again
Another walk, another dance with him,
I’d play a song that would never ever end
How I’d love love love, to dance with my father again
When I and my mother would disagree
To get my way I would run from her to him
He’d make me laugh just to comfort me(yeah, yeah)
Then finally make me do just what my momma said
Later that night, when I was asleep
He left a dollar under my sheet
Never dreamed that he would be gone from me
To get my way I would run from her to him
He’d make me laugh just to comfort me(yeah, yeah)
Then finally make me do just what my momma said
Later that night, when I was asleep
He left a dollar under my sheet
Never dreamed that he would be gone from me
Pa
Dayat Ayah yang paling kami cintai, guru kami, kecintaan kami! Mari
berjuang Jendral, jangan mnyerahhhh! Kembalilah Pah because we really
need you. Liat kami anak-anakmu Pah, ingat sakit itu boleh jadi takdir
tapi sehat adalah pilihan. I love you Mr.Hidayat Manik.
Seuntai
doa: Ya Rabb, RancanganMu adalah yang terbaik dan mudah2an kesembuhanku
dan Ayahku ada dalam RancanganMu. Sehatkan Ibuku dan tambahkan
ketabahan dihatinya. Jauhkan adik-adikku dan Ononk dari marabahaya dan
dari orang-orang yang berniat jahat Ya Allah. Pinjamkan lagi kaki dan
tangan padaku dan Papah termasuk suaranya. Aamiin ya rabbal alamin.
Terima kasih untuk yang ikut mengaminkan doa ini :)
Hasil
afirmasi yang kontan kudapat pagi ini 7 April 2013 sebuah bincang mesra
ayah dan anak tentang banyak hal dengan bahasanya yang mulai kumengerti
Sebuah
kenangan di Bojong Citepus bersama Nenek pemilik kontrakan, Aku berbaju
biru sedang merangkul Nur yang berbaju Pink dan disampingku ada Papah
menggendong Rina dan Mamah jongkok menggendong Naomi. Sejak dulu kami
adalah team yang kompak dalam menghidupi hidup.
Stroke Story
Tidak ada komentar:
Posting Komentar