Sabtu, 31 Mei 2014

Mencintai cinta

bukan dimana tapi bersama siapa. krn itu angkot jd terasa mobil mewah #gombal


Mencintaiku bukanlah hal yg mudah
Hanya dia lelaki yang hebat yang dimampukan untuk mencintaiku.
Bagiku mencintai bukanlah hal yg mudah
Hanya dia yang mempesona yang akan kucintai.
Cinta bukan perkara mudah
Hanya mereka yang dihebatkan Tuhan yang mengalami ketulusan dan kemurniannya.
Cinta bukan segalanya dalam hidup
Namun cinta mampu menghebatkan hidup.
Mungkin saja orang tertipu, terlena dan hanyut dalam percintaan
Tapi setidaknya mereka mau berada dalam perjuangan cinta menuju kebersamaan dunia.
Yang telah bersatu dalam pernikahan bisa saja menikah bukan karena dasar cinta atau belum mampu memaknai perjuangan bersama menuju hidup yang lebih baik di akhirat
Namun setidaknya pernikahan sudah mnyempurnakan setengah din kalian.
 

Jelas sudah Tuhan berkata "Lelaki baik untuk perempuan baik, dan perempuan baik untuk lelaki baik pula."
 

Masih sendiri atau telah bersama
Baiknya tetaplah memperbaiki diri
Karena ada putus dlm pacaran dan ada cerai dlm pernikahan
Kecuali mereka yang mampu melewati tiap rintangan karena kecintaannya pada Tuhan selalu menguatkannya dalam mencintai 1 manusia special penenang hati untuk bisa bersama se lama mungkin dalam mencintai cinta.


terimaksih untuk napas cinta ini Ya Allah

Rabu, 21 Mei 2014

Bersama untuk Berpisah




biar jadi kenangan

Ketika aku berada di titik nol, aku merasa bahwa duniaku hancur, aku rapuh dan hari-hariku tak lepas dari air mata. Saat itu, ada laki-laki dengan segudang energi positifnya tak pernah pergi menjauhiku. Raganya sering kali hadir sekedar menghiburku dengan cerita-cerita yang tak lucu tapi selalu mampu membuatku tertawa. Saat dia tak disampingku, dia selalu menelponku sekedar untuk berkata “Hai cewek lagi apa? Ngapain aja hari ini Ratuku? Hari ini cengeng gak kesayanganku ini?”
Entah kenapa mendengar suaranya saja sudah bisa membuatku merasa bahagia. Bahkan dia sering memberi kejutan dengan tiba-tiba muncul di rumahku ditengah kesibukannya bekerja hanya untuk sekedar memastikan bahwa aku mau makan dan meminum obat. Sesekali dia mengajakku jalan-jalan agar tak jenuh terus menerus terkurung dirumah. Aku merasa bahwa Tuhan mengirimnya untuk menjadi energiku hingga duniaku mulai terasa cerah kembali. Setahun berlalu, tahun 2013 menjadi tahun yang sangat indah.
Senyum ceriaku memudar sejak awal tahun 2014 berganti muram karena laki-laki itu kehilangan energi positifnya yang pernah dia tularkan padaku. Wajahnya yang tampan sering tak bersinar karena ‘kusut’, dia dipenuhi dendam dan amarah karena banyaknya kekecewaan hidup yang dia alami. Dia marah dan kecewa pada beberapa orang yang dengan tega menyepaknya. Banyak hal sial terjadi secara bersamaan, dan banyak impian yang tak terwujud. Dia jauh dari sang penciptanya hingga membuat keadaan terasa bertambah suram. Dia tak bahagia, dia jenuh dan dia bosan. DIA MENDERITA dan entah kenapa aku merasa dua kali lipatnya dari apa yang dia rasa dan itu perih sekali ketika melihat orang yang kau cintai ada dalam penderitaan.
Aku bersyukur dia masih bisa bersikap baik-baik saja dihadapan setiap orang yang mengenalnya. Tapi aku tahu kesedihannya. Dia rapuh, tanpa perlu dia bercerita aku tahu bahwa dalam kesendiriannya dia sering menangis sendiri karena harga dirinya sebagai laki-laki mungkin mengharamkannya menangis di depan orang lain.
Dia jadi sering bergadang, sudah berbulan-bulan dia pulang dari kantor setelah larut malam kemudian baru bisa tidur setelah subuh lalu bangun di siang hari. Seringkali dia mengalami sakit perut karena pola makan yang tak beres. Hidupnya tak bergairah, sahabat baiknya hanya rokok dan kopi hitam. Alhamdulillah bukan alkohol dan drugs.
Saat bergadang, dia sibuk berselancar di dunia maya dan mulai iseng mendekati beberapa perempuan melalui beberapa aplikasi chating dan berbagai sosial media yang kemudian berlanjut menjadi kawan di bbm. Yah biasa laki-laki, sifat dasarnya memang mendua jadi ya modus deh.
Sebagai perempuan biasa yang berstatus pacarnya, jelas aku marah tapi amarahku tak penting karena aku tahu senyum dan ketenangannya berpikirlah yang jauh lebih penting agar mampu melewati setiap masalah dengan sabar dan tabah.
Akupun sadar diri bahwa hubungan kami yang sudah berlangsung lama juga adalah salah satu hal yang membuatnya bosan dan jenuh, apalagi aku tak bisa membahagiakannya seperti saat dia membahagiakanku. Semua kondisi hidup yang dia alami berpengaruh pada sikapnya padaku hingga hubungan kami kini sedang ada di ujung tanduk.
Jika bagi laki-laki kaum perempuan adalah kaum yang sulit dimengerti, sebaliknya bagikupun sulit sekali untuk memahami laki-laki ini apalagi jika sudah diselimuti rasa bosan yang membabi buta seperti yang dia rasa padaku. Perhatian dan kasih yang kuberikan tak penting baginya. Jika aku bersikap seperti dia memperlakukanku juga sepertinya dia tak peduli. Sedikit saja aku mengajukan pertanyaan maka jawabannya bisa melebar karena semua yang kulakukan jadi selalu salah. Dia sering berkata kasar juga bersikap acuh dan sinis. Bahkan dia sudah tak pernah memanggilku ayang sejak akhir Februari lalu dan baru sepulang dari Bali 11 Mei 2014 kemarin dia kembali memanggilku ayang lagi.
Dalam kebingungan harus berbuat apa untuknya juga keterbatasanku untuk bisa kesana kemari maka aku mulai memilih diam. Aku biarkan dia dengan urusannya dengan perempuan manapun karena aku percaya bahwa hati akan selalu tahu mana yang pantas untuk menjadi belahannya. Dan aku percaya hatinya Insya Allah akan selalu menemukan hatiku.
Aku mulai belajar untuk tak sakit hati atas sikap dan ucapannya hingga airmataku mulai sulit menetes saat dia mulai bersikap atau berkata hal yang menyakitkan. Aku berlatih menjadi seorang mantan yang bukan siapa-siapa walau masih jadi pacarnya karena dia pernah berkata bahwa saat ini kami bersama hanya untuk menunggu waktu berpisah yang tepat jadi kini aku berlatih menjadi serpihan kenangan saja.
Ini mungkin yang namanya pacaran rasa jomblo. Tak ada lagi perhatian ataupun kata-kata manis, tak ada tetek bengek saling berkabar, dan sudah berbulan-bulan tak ada yang namanya kebersamaan di malam minggu. Aku pun mulai membatasi diri untuk gak kepo pada urusannya, mundur perlahan dari hidupnya agar dia bebas menjalani hidupnya karena hal yang dia perlu sepertinya adalah 'kebebasan' dan aku hanya akan ada saat dia perlu saja.
Secara logika, beberapa perempuan mungkin akan memilih untuk mengakhiri sesuatu yang tak jelas arah tujuannya, begitupun aku. Namun aku masih bertahan bersamanya, mengenyampingkan ego dan belajar mengalah karena aku tahu dia masih membutuhkanku untuk beberapa hal dan kebaikannya padaku di masa yang lalu adalah point utama kenapa aku masih bertahan. Bukan logika atau perasaan yang kugunakan untuk tetap bertahan tapi kata hati.
Bersamanya aku tak seutuhnya bahagia, namun tak bersamanya dan melihat dia menderita membuatku jauh lebih tak bahagia. Aku tahu dia pun tak bahagia bersamaku. Sepertinya kami mulai lupa apa itu bahagia. Hanya untaian doa yang menjadi harapan semoga dia mendapatkan kembali energi positifnya, juga karena peluk kasih-Nyalah yang masih menguatkanku untuk tetap mendampinginya.



Jika esok kita memang tak lagi bersama, maka tetaplah disampingku hingga hari ini berakhir.
Jika memang esok aku akan menangis karenamu, maka buatlah aku tertawa hari ini.
Jika esok kekasihmu yang baru  memintamu menjauhiku, maka biarkan aku bersamamu hari ini.
Jika esok kita tak kan lagi saling peduli, maka biarkan hari ini kita meluapkan semua keluh kesah.
Jika esok kita akan saling membenci, maka biarkan hari ini aku memelukmu dengan erat.
Jika esok kau tak kan lagi berbicara padaku, maka bercelotehlah kau hari ini hingga kupingku keriting mendengarmu.
Jika memang esok kita tak ingin lagi saling mengenal, maka duduklah hari ini disampingku untuk berbincang saat awal pertama kita bertemu 6 tahun lalu juga tentang semua hal yang telah kita lewati bersama.
Jika esok kita akan pergi saling menjauh, maka temani aku disini hari ini untuk bersenang-senang.
Genggam tanganku  hingga matahari terbenam.
Disini, ditempat awal kita bertemu.
Disini, ditempat kedua kita bersama dalam suasana yang berbeda.
Lalu kesana, ditempat terakhir kita bersama, beranjak dari kejenuhan hingga nanti kita berjumpa lagi dilangit ketujuh.

Kupanggil dia “MAS”



14 April 2014
Hari itu kami bertengkar karena aku bertanya Cilpi yang ada di phone book nya itu siapa, karena aku lihat perempuan itu muncul di facebook, twitter, bbm, dan sekarang ada di kontak phone book pula. Dia marah dan bilang bahwa Cilpi itu bukan orang yang sama dengan yg di socmed. Dia murka, bicaranya melantur.

Tapi untuk pertama kalinya dia berkata jujur tentang perasaannya setelah dia marah-marah. Dia bersikap tidak biasanya seolah-olah dia tak boleh dibantah dan dia bersikap keras untuk pertama kalinya. Aku tak takut tapi justru merasa suka karena akhirnya dia bersikap seperti itu.

Selama ini aku lebih mendominasi, banyak hal yang hampir semua adalah pilihan dan keputusanku. Berhubung usiaku juga lebih tua 3 tahun, aku merasa aku lebih dewasa, lebih pintar dan lebih hebat darinya sehingga aku merasa bahwa dia lebih pantas ‘menghormatiku' apalagi dimataku dia lebih lemah daripada aku.
Selama ini aku memanggilnya Ononk. Tak ada embel-embel ‘Aa’, ‘Abang’ atau apapun. Hanya Ononk plesetan dari Jenong karena jidatnya yang memang jenong. Aku merasa tak perlu ada embel-embel apapun karena aku jauh lebih tua bahkan seringkali aku bercanda memintanya untuk memanggilku Kakak seperti adik-adikku memanggilku. Hehehe.
Aku tahu sebenarnya usia bukanlah faktor penentu siapa lebih dewasa dari siapa, tapi selama ini aku terlalu gengsi jika harus memanggilnya dengan embel-embel  segala macam. Tapi sejak malam itu, aku tahu dia pantas menerima hormatku.
Aku mulai menghargai dan menghormatinya. Aku turunkan gengsi dan mulai bersedia memanggilnya ‘Mas’ karena dia berasal dari kota Malang dan sejak lama aku sudah tahu bahwa dia ingin dipanggil demikian tapi aku emoh selama ini.

27 April 20014
Malam itu aku menelponnya, tidak seperti biasanya aku deg-degan. Dengan ragu aku memanggilnya “Mmmmasss” lalu kami berbincang tentang bukti nomor Cilpinya (ciehh panggilan kesayangan nih!). Beberapa kali aku memanggilnya Mas, tidak seperti biasanya aku juga agak lebih tenang tidak meletup-letup.

Rasanya campur aduk, seolah aku sedang berbicara dengan senior Paskibra yang jadi kecenganku “Fiuhhhhh” Lega rasanya saat telpon kututup.
Esok harinya aku kembali menelpon dan kembali aku memanggilnya “Mas”. Menyebutnya Mas rasanya berbeda dengan saat aku memanggil Mas pada tukang bakso atau penjaga kasir di mini market atau saat aku memanggil mas pada laki-laki manapun. Ketika aku memanggilnya mas seolah ada kekuatan magis yang membuat nada suaraku tiba-tiba jadi lebih melembut, ada rasa hormat dan penghargaan padanya dan ya rasanya 'wowwww' aja gitu.