|
biar jadi kenangan |
Ketika aku berada di titik nol,
aku merasa bahwa duniaku hancur, aku rapuh dan hari-hariku tak lepas dari air
mata. Saat itu, ada laki-laki dengan segudang energi positifnya tak pernah pergi
menjauhiku. Raganya sering kali hadir sekedar menghiburku dengan cerita-cerita
yang tak lucu tapi selalu mampu membuatku tertawa. Saat dia tak disampingku,
dia selalu menelponku sekedar untuk berkata “Hai cewek lagi apa? Ngapain aja
hari ini Ratuku? Hari ini cengeng gak kesayanganku ini?”
Entah kenapa mendengar suaranya
saja sudah bisa membuatku merasa bahagia. Bahkan dia sering memberi kejutan dengan
tiba-tiba muncul di rumahku ditengah kesibukannya bekerja hanya untuk sekedar memastikan bahwa aku
mau makan dan meminum obat. Sesekali dia mengajakku jalan-jalan agar tak jenuh
terus menerus terkurung dirumah. Aku merasa bahwa Tuhan mengirimnya untuk
menjadi energiku hingga duniaku mulai terasa cerah kembali. Setahun berlalu, tahun
2013 menjadi tahun yang sangat indah.
Senyum ceriaku memudar sejak awal
tahun 2014 berganti muram karena laki-laki itu kehilangan energi positifnya
yang pernah dia tularkan padaku. Wajahnya yang tampan sering tak bersinar
karena ‘kusut’, dia dipenuhi dendam dan amarah karena banyaknya kekecewaan
hidup yang dia alami. Dia marah dan kecewa pada beberapa orang yang dengan tega
menyepaknya. Banyak hal sial terjadi secara bersamaan, dan banyak impian yang
tak terwujud. Dia jauh dari sang penciptanya hingga membuat keadaan terasa bertambah suram. Dia tak bahagia, dia jenuh dan
dia bosan. DIA MENDERITA dan entah kenapa aku merasa dua kali lipatnya dari apa
yang dia rasa dan itu perih sekali ketika melihat orang yang kau cintai ada dalam penderitaan.
Aku bersyukur dia masih bisa
bersikap baik-baik saja dihadapan setiap orang yang mengenalnya. Tapi aku tahu
kesedihannya. Dia rapuh, tanpa perlu dia bercerita aku tahu bahwa dalam
kesendiriannya dia sering menangis sendiri karena harga dirinya sebagai
laki-laki mungkin mengharamkannya menangis di depan orang lain.
Dia jadi sering bergadang, sudah
berbulan-bulan dia pulang dari kantor setelah larut malam kemudian baru bisa tidur
setelah subuh lalu bangun di siang hari. Seringkali dia mengalami sakit perut karena pola
makan yang tak beres. Hidupnya tak bergairah, sahabat baiknya hanya rokok dan
kopi hitam. Alhamdulillah bukan alkohol dan drugs.
Saat bergadang, dia sibuk berselancar
di dunia maya dan mulai iseng mendekati beberapa perempuan melalui beberapa aplikasi
chating dan berbagai sosial media yang kemudian berlanjut menjadi kawan di bbm. Yah biasa laki-laki, sifat
dasarnya memang mendua jadi ya modus deh.
Sebagai perempuan biasa yang
berstatus pacarnya, jelas aku marah tapi amarahku tak penting karena aku tahu
senyum dan ketenangannya berpikirlah yang jauh lebih penting agar mampu
melewati setiap masalah dengan sabar dan tabah.
Akupun sadar diri bahwa hubungan kami
yang sudah berlangsung lama juga adalah salah satu hal yang membuatnya bosan dan
jenuh, apalagi aku tak bisa membahagiakannya seperti saat dia membahagiakanku. Semua
kondisi hidup yang dia alami berpengaruh pada sikapnya padaku hingga hubungan kami kini sedang ada
di ujung tanduk.
Jika bagi laki-laki kaum
perempuan adalah kaum yang sulit dimengerti, sebaliknya bagikupun sulit sekali
untuk memahami laki-laki ini apalagi jika sudah diselimuti rasa bosan yang
membabi buta seperti yang dia rasa padaku. Perhatian dan kasih yang kuberikan
tak penting baginya. Jika aku bersikap seperti dia memperlakukanku juga sepertinya dia tak peduli. Sedikit saja aku mengajukan pertanyaan maka jawabannya bisa melebar karena semua yang
kulakukan jadi selalu salah. Dia sering berkata kasar juga bersikap acuh dan
sinis. Bahkan dia sudah tak pernah memanggilku ayang sejak akhir Februari lalu
dan baru sepulang dari Bali 11 Mei 2014 kemarin dia kembali memanggilku ayang lagi.
Dalam kebingungan harus berbuat
apa untuknya juga keterbatasanku untuk bisa kesana kemari maka aku mulai
memilih diam. Aku biarkan dia dengan urusannya dengan perempuan manapun karena
aku percaya bahwa hati akan selalu tahu
mana yang pantas untuk menjadi belahannya. Dan aku percaya hatinya Insya Allah akan selalu
menemukan hatiku.
Aku mulai belajar untuk tak sakit
hati atas sikap dan ucapannya hingga airmataku mulai sulit menetes saat dia mulai bersikap atau berkata hal yang menyakitkan. Aku berlatih menjadi seorang mantan yang bukan
siapa-siapa walau masih jadi pacarnya karena dia pernah berkata bahwa saat ini kami
bersama hanya untuk menunggu waktu berpisah yang tepat jadi kini aku berlatih menjadi serpihan kenangan saja.
Ini mungkin yang namanya pacaran rasa
jomblo. Tak ada lagi perhatian ataupun kata-kata manis, tak ada tetek bengek
saling berkabar, dan sudah berbulan-bulan tak ada yang namanya kebersamaan di
malam minggu. Aku pun mulai membatasi diri untuk gak kepo pada urusannya, mundur
perlahan dari hidupnya agar dia bebas menjalani hidupnya karena hal yang dia perlu sepertinya adalah 'kebebasan' dan aku hanya akan ada
saat dia perlu saja.
Secara logika, beberapa perempuan
mungkin akan memilih untuk mengakhiri sesuatu yang tak jelas arah tujuannya,
begitupun aku. Namun aku masih bertahan bersamanya, mengenyampingkan ego dan
belajar mengalah karena aku tahu dia masih membutuhkanku untuk beberapa hal dan
kebaikannya padaku di masa yang lalu adalah point utama kenapa aku masih
bertahan. Bukan logika atau perasaan yang kugunakan untuk tetap bertahan tapi kata hati.
Bersamanya aku tak seutuhnya
bahagia, namun tak bersamanya dan melihat dia menderita membuatku jauh lebih
tak bahagia. Aku tahu dia pun tak bahagia bersamaku. Sepertinya kami mulai lupa
apa itu bahagia. Hanya untaian doa yang menjadi harapan semoga dia mendapatkan
kembali energi positifnya, juga karena peluk kasih-Nyalah yang masih menguatkanku untuk tetap mendampinginya.
Jika esok kita memang tak lagi bersama, maka tetaplah disampingku
hingga hari ini berakhir.
Jika memang esok aku akan menangis karenamu, maka buatlah aku tertawa
hari ini.
Jika esok kekasihmu yang baru memintamu menjauhiku, maka biarkan aku
bersamamu hari ini.
Jika esok kita tak kan lagi saling peduli, maka biarkan hari ini kita
meluapkan semua keluh kesah.
Jika esok kita akan saling membenci, maka biarkan hari ini aku
memelukmu dengan erat.
Jika esok kau tak kan lagi berbicara padaku, maka bercelotehlah kau
hari ini hingga kupingku keriting mendengarmu.
Jika memang esok kita tak ingin lagi saling mengenal, maka duduklah hari
ini disampingku untuk berbincang saat awal pertama kita bertemu 6 tahun lalu juga
tentang semua hal yang telah kita lewati bersama.
Jika esok kita akan pergi saling menjauh, maka temani aku disini hari
ini untuk bersenang-senang.
Genggam tanganku hingga matahari
terbenam.
Disini, ditempat awal kita bertemu.
Disini, ditempat kedua kita bersama dalam suasana yang berbeda.
Lalu kesana, ditempat terakhir kita bersama, beranjak dari kejenuhan
hingga nanti kita berjumpa lagi dilangit ketujuh.