Rabu, 11 Juni 2014

Jelek tak harus minder



Sutri Yaningsih Manik


aku merasa secantik Puteri raja


Dengan tinggi badan 145cm, aku termasuk pendek. Hidungku pesek, alis gak jelas, gigi agak maju, cenderung gemuk, gak cantik, gak masuk kategori cewek yang akan dengan mudah ditaksir para cowok, bibir tebal, dan terlihat lebih tua dari umur yang sebenarnya dan sekarang ditambah dengan bonus yaitu keterbatasan gerak tubuh.
Secara keseluruhan maka aku akan memasukkan diriku kedalam kategori cewek jelek. Buat aku gak masalah karena memang aku gak akan masuk kategori cewek cantik yang biasanya diisi wajah-wajah semisal Ariel Tatum, Pevita Pearce, Nia Ramadani dan banyak wajah lainnya yang dari zaman kezaman kriterianya selalu sama yaitu para perempuan yang memiliki paras dan tubuh yang elok mempesona.
Aku juga gak mau masuk kategori cewek biasa-biasa saja karena itu artinya adalah mereka yang tidak bisa dikatakan cantik tapi tidak bisa juga dikatakan jelek. Menurutku kategori ini agak tidak jelas dan terasa abu-abu maka dari itu aku lebih suka memasukkan diriku dalam kategori jelek agar ada kejelasan, gak simpang siur hahaha.
Kebanyakan orang berkata “Gak ada manusia yang jelek karena Tuhan menciptakan manusia dengan sempurna jadi harus bersyukur.”
Hei, akupun diciptakan Tuhan dengan sempurna. Telingaku 2, mataku 2, mulutku 1, tanganku 2, yah lengkap deh semuanya. Dan menjadi orang jelek itu bukan perkara tidak bersyukur. Ini adalah klasifikasi yang dibuat manusia berdasarkan apa yang dilihat oleh mata. Begitupun aku saat melihat diriku sendiri di cermin, maka dengan santai aku berkata “Ya aku memang jelek.”
Dulu sekali, saat masih kecil, aku berperilaku tomboi tapi dalam diri merasa bahwa aku secantik putri raja dengan wajah rupawan yang selalu bergaun bagus nan mewah kemudian suatu saat akan jatuh cinta pada pangeran tampan.
Memasuki usia remaja aku semakin tomboi dan tidak perduli akan penampilan seperti anak perempuan kebanyakan. Penampilanku lebih mirip anak laki-laki, menyeramkan karena mirip sekali dengan tukang pukul, dan jarang ada yang menyangka bahwa aku perempuan.
Ketika agak dewasa, aku mulai berdandan selayaknya anak perempuan karena Pak Dedun atasanku dulu sering berkata “Perempuan yang menyerupai laki-laki akan dimasukkan ke neraka.” Sejak itu aku mulai memanjangkan rambut, memakai pakaian perempuan bahkan menggunakan high heel.
Awal mula berubah, aku terlihat seperti bencong hingga ditertawakan oleh orang-orang disekitarku. Maklumlah pertama kali. Lama-lama aku semakin bisa mengurus diri, semakin peduli pada penampilan, makin pintar memadu madankan pakaian yang akan kukenakan, semakin cakap dalam urusan make up. Aku pun makin terbiasa dengan bedak, lipstick, lipgloss, blush on, eye shadow, maskara, pinsil alis, eye liner dan yang lainnya.
Walau ada kekurangan disana sini, saat itu aku cukup puas dengan bodyku yang montok, dada yang berisi juga rambut lurus nan lebat yang kurasa jadi penutup kekuranganku sehingga kelebihan ini aku tambahi dengan pakaian yang menurutku OK plus dengan dandanan minimalis yang membuat penampilanku makin ciamik. Yah kalo dikasih nilai, aku kasih 7 lah (Diri sendiri lho ya yang ngasih nilai.) dan aku jadi merasa agak lebih cantik dari sebelumnya.
Katanya orang-orang, cantik itu harus langsing dan putih. Agar terlihat lebih cantik maka aku mulai diet dengan obat-obatan, membiasakan diri menyisihkan uang gaji untuk melakukan perawatan semisal facial, bleaching tubuh, manicure dan yang lainnya. aku juga tergiur oleh bujukan kawan untuk menggunakan cream wajah yang entah merknya apa namun saat itu sedang marak digunakan. Aku membelinya dengan harga Rp.100.000,-. 2 minggu awal pemakaian cream, aku mengalami proses pengelupasan kulit, muncul jerawat berukuran besar yang disertai wajah bengkak dan merah seperti kepiting rebus hingga aku jadi mirip monster. Setelah masa-masa proses suram itu berakhir, creamnya berhasil memutihkan wajahku hingga menjadi putih mulus, bersih dan licin.
Biaya kecantikan itu mahal ya! Sementara aku harus pintar membagi gaji untuk biaya kuliah dan lain-lain. Belakangan juga aku tahu, bahwa cream itu dilarang peredarannya karena mengandung merkuri yang akan berdampak buruk dikemudian hari. Akhirnya aku stop deh. Berhenti pake cream, wajahku jadi berjerawat. Untungnya sih gak lama dan bisa hilang dengan obat legal yang tidak terlampau mahal.
Perawatan ini itu juga aku stop berkaitan dengan biaya juga karena aku mulai malas untuk berdandan (ribet). Aku berpenampilan seadanya dan merasa tak ingin terlihat cantik karena aku justru jadi sering digodain sopir atau kernet angkot, bapak-bapak aneh, tukang becak dan preman jelek. Pokoknya gak nyaman dan berasa murah.
Agustus 2009 aku memutuskan untuk berkerudung. Karena badanku gemuk lagi, aku tampak semakin tua. Saat itu usiaku baru 24 tahun tapi aku terlihat 10 tahun lebih tua. Semenjak berkerudung, kemanapun aku selalu dipanggil “Ibu!” bukan 'teteh' atau 'mbak'. Sumpah beteeeeeeee!!!!! Bayangin aja, setiap aku ke mini market, kasir akan berkata “Ada membernya Bu?” kalau lagi lihat-lihat baju cewek di dept store, SPGnya kadang nyamperin sambil bilang “Ada yang bisa dibantu Bu?” (Makanya aku lebih suka ke dept store yang SPGnya sering tersenyum ramah sambil bilang “Silahkan Kakak, ada yang bisa dibantu?”) bahkan orang yang gak kenal misalnya mau tanya alamat akan berkata “Maaf bu, kalo alamat ini dimana ya?” Semua orang memanggilku ibuuuuuuuuu.
Sempet sih kepikiran untuk buka kerudung, tapi aku tetap bertahan karena ini adalah ujian berkerudung sehingga aku mulai terbiasa dipanggil “Ibu.” Walau kadang masih tetep bete. Tapi memang wajah dan penampilanku mirip dengan ibu-ibu beranak lima berusia sekitar 40 tahun sih jadi ya gak bisa juga nyalahin orang lain.
Dampak stroke pada tubuh bagian kiriku, wajah yang terlihat berusia 44 tahun, penampilan yang belum aku benahi juga kebiasaanku yang jarang tersenyum membuatku terlihat semakin jelek. Maka dari itu sekarang aku mulai belajar membenahi penampilan sedikit demi sedikit. Bukan untuk terlihat cantik tapi untuk menyamankan diri sendiri.
Sebenarnya sejak dulu aku bukan tipe orang yang minder. Aku memiliki rasa percaya diri yang lumayan cukup tinggi. Tapi aku mulai merasa tidak nyaman dengan wajah galakku. Jika aku tak nyaman, apalagi orang lain!
Selama ini, aku sering sekali tertawa terbahak-bahak tapi jarang sekali tersenyum. Wajah galak ini sepertinya akibat dari jarangnya aku tersenyum. Maka aku mulai belajar untuk lebih sering tersenyum walaupun senyumku agak aneh gara-gara wajah yang tak lagi simetris karena stroke tapi aku tetap belajar lebih sering tersenyum karena hal itu berpengaruh sekali lho pada penampilan terutama kenyamanan pada diri sendiri.
Setelah belajar tersenyum, apakah aku jadi cantik? Nggak juga, aku tetep jelek, gendut, berwajah agak galak, dan tetap lebih tua daripada umur sebenarnya. Tapi aku semakin mengenal diriku, aku semakin merasa pantas mendapat hormat dari diriku sendiri, semakin nyaman dan semakin bertambah percaya diri.
Aku memang jelek tapi menjadi jelek bukanlah aib. Aku memang tidak cantik tapi kawanku bilang, cantik secara fisik bukanlah segalanya. Dia juga memberiku satu hadis yang menggembirakan hati, yaitu “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta benda kalian. Akan tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan-perbuatan kalian.” (Shahih, HR. Muslim dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Apakah hatiku cantik? Nggak juga, malah dalam proses mengenal diri sendiri, aku semakin sadar akan sifat-sifat burukku yang menjelekkan hatiku hingga membuat hatiku berpenyakit. Wow, sudah jelek rupa-nya, jelek pula hatinya, hehehe. Maka selain belajar sering tersenyum, sekarang aku juga mulai belajar mengobati penyakit-penyakit hatiku.
Beberapa orang berkata “Kamu tuh nggak jelek Tri.” Oh ayolah, jelek pun saya tak keberatan karena jelek pun tak membuat aku minder toh jelek dan cantik hanya berdasarkan pandangan mata saja. Lagipula, baik cewek cantik atau yang jelek tetap sama-sama akan menjadi nenek-nenek dan keriput. Perkara menjadi nenek-nenek yang berpenampilan seperti apa, tetap hanyalah perkara bungkus (pakaian) dan polesan
Aku tak perlu masuk kategori cewek yang akan mudah ditaksir para cowok karena aku memang bukan untuk ditaksir tapi untuk dicintai oleh seorang lelaki special seperti sosok ayahku dalam versi yang lebih sempurna.
Sekarang, siapapun boleh memanggilku dengan sebutan “Ibu.” Karena aku mulai merasa terhormat dengan sebutan itu.


Apapun dan bagaimanapun aku, aku bahagia dan bangga dengan diri dan hidupku. Aku bersyukur dengan semua yang aku miliki dan alami.
Alhamdulillahi rabbil alamin. “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”

Terima kasih Ya Allah karena aku adalah Sutri Yaningsih Manik



keep smile :D
punya kekasih ganteng itu bikin timpang ya, hahaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar