Rabu, 21 Mei 2014

Kupanggil dia “MAS”



14 April 2014
Hari itu kami bertengkar karena aku bertanya Cilpi yang ada di phone book nya itu siapa, karena aku lihat perempuan itu muncul di facebook, twitter, bbm, dan sekarang ada di kontak phone book pula. Dia marah dan bilang bahwa Cilpi itu bukan orang yang sama dengan yg di socmed. Dia murka, bicaranya melantur.

Tapi untuk pertama kalinya dia berkata jujur tentang perasaannya setelah dia marah-marah. Dia bersikap tidak biasanya seolah-olah dia tak boleh dibantah dan dia bersikap keras untuk pertama kalinya. Aku tak takut tapi justru merasa suka karena akhirnya dia bersikap seperti itu.

Selama ini aku lebih mendominasi, banyak hal yang hampir semua adalah pilihan dan keputusanku. Berhubung usiaku juga lebih tua 3 tahun, aku merasa aku lebih dewasa, lebih pintar dan lebih hebat darinya sehingga aku merasa bahwa dia lebih pantas ‘menghormatiku' apalagi dimataku dia lebih lemah daripada aku.
Selama ini aku memanggilnya Ononk. Tak ada embel-embel ‘Aa’, ‘Abang’ atau apapun. Hanya Ononk plesetan dari Jenong karena jidatnya yang memang jenong. Aku merasa tak perlu ada embel-embel apapun karena aku jauh lebih tua bahkan seringkali aku bercanda memintanya untuk memanggilku Kakak seperti adik-adikku memanggilku. Hehehe.
Aku tahu sebenarnya usia bukanlah faktor penentu siapa lebih dewasa dari siapa, tapi selama ini aku terlalu gengsi jika harus memanggilnya dengan embel-embel  segala macam. Tapi sejak malam itu, aku tahu dia pantas menerima hormatku.
Aku mulai menghargai dan menghormatinya. Aku turunkan gengsi dan mulai bersedia memanggilnya ‘Mas’ karena dia berasal dari kota Malang dan sejak lama aku sudah tahu bahwa dia ingin dipanggil demikian tapi aku emoh selama ini.

27 April 20014
Malam itu aku menelponnya, tidak seperti biasanya aku deg-degan. Dengan ragu aku memanggilnya “Mmmmasss” lalu kami berbincang tentang bukti nomor Cilpinya (ciehh panggilan kesayangan nih!). Beberapa kali aku memanggilnya Mas, tidak seperti biasanya aku juga agak lebih tenang tidak meletup-letup.

Rasanya campur aduk, seolah aku sedang berbicara dengan senior Paskibra yang jadi kecenganku “Fiuhhhhh” Lega rasanya saat telpon kututup.
Esok harinya aku kembali menelpon dan kembali aku memanggilnya “Mas”. Menyebutnya Mas rasanya berbeda dengan saat aku memanggil Mas pada tukang bakso atau penjaga kasir di mini market atau saat aku memanggil mas pada laki-laki manapun. Ketika aku memanggilnya mas seolah ada kekuatan magis yang membuat nada suaraku tiba-tiba jadi lebih melembut, ada rasa hormat dan penghargaan padanya dan ya rasanya 'wowwww' aja gitu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar