Rabu, 21 Mei 2014

Bersama untuk Berpisah




biar jadi kenangan

Ketika aku berada di titik nol, aku merasa bahwa duniaku hancur, aku rapuh dan hari-hariku tak lepas dari air mata. Saat itu, ada laki-laki dengan segudang energi positifnya tak pernah pergi menjauhiku. Raganya sering kali hadir sekedar menghiburku dengan cerita-cerita yang tak lucu tapi selalu mampu membuatku tertawa. Saat dia tak disampingku, dia selalu menelponku sekedar untuk berkata “Hai cewek lagi apa? Ngapain aja hari ini Ratuku? Hari ini cengeng gak kesayanganku ini?”
Entah kenapa mendengar suaranya saja sudah bisa membuatku merasa bahagia. Bahkan dia sering memberi kejutan dengan tiba-tiba muncul di rumahku ditengah kesibukannya bekerja hanya untuk sekedar memastikan bahwa aku mau makan dan meminum obat. Sesekali dia mengajakku jalan-jalan agar tak jenuh terus menerus terkurung dirumah. Aku merasa bahwa Tuhan mengirimnya untuk menjadi energiku hingga duniaku mulai terasa cerah kembali. Setahun berlalu, tahun 2013 menjadi tahun yang sangat indah.
Senyum ceriaku memudar sejak awal tahun 2014 berganti muram karena laki-laki itu kehilangan energi positifnya yang pernah dia tularkan padaku. Wajahnya yang tampan sering tak bersinar karena ‘kusut’, dia dipenuhi dendam dan amarah karena banyaknya kekecewaan hidup yang dia alami. Dia marah dan kecewa pada beberapa orang yang dengan tega menyepaknya. Banyak hal sial terjadi secara bersamaan, dan banyak impian yang tak terwujud. Dia jauh dari sang penciptanya hingga membuat keadaan terasa bertambah suram. Dia tak bahagia, dia jenuh dan dia bosan. DIA MENDERITA dan entah kenapa aku merasa dua kali lipatnya dari apa yang dia rasa dan itu perih sekali ketika melihat orang yang kau cintai ada dalam penderitaan.
Aku bersyukur dia masih bisa bersikap baik-baik saja dihadapan setiap orang yang mengenalnya. Tapi aku tahu kesedihannya. Dia rapuh, tanpa perlu dia bercerita aku tahu bahwa dalam kesendiriannya dia sering menangis sendiri karena harga dirinya sebagai laki-laki mungkin mengharamkannya menangis di depan orang lain.
Dia jadi sering bergadang, sudah berbulan-bulan dia pulang dari kantor setelah larut malam kemudian baru bisa tidur setelah subuh lalu bangun di siang hari. Seringkali dia mengalami sakit perut karena pola makan yang tak beres. Hidupnya tak bergairah, sahabat baiknya hanya rokok dan kopi hitam. Alhamdulillah bukan alkohol dan drugs.
Saat bergadang, dia sibuk berselancar di dunia maya dan mulai iseng mendekati beberapa perempuan melalui beberapa aplikasi chating dan berbagai sosial media yang kemudian berlanjut menjadi kawan di bbm. Yah biasa laki-laki, sifat dasarnya memang mendua jadi ya modus deh.
Sebagai perempuan biasa yang berstatus pacarnya, jelas aku marah tapi amarahku tak penting karena aku tahu senyum dan ketenangannya berpikirlah yang jauh lebih penting agar mampu melewati setiap masalah dengan sabar dan tabah.
Akupun sadar diri bahwa hubungan kami yang sudah berlangsung lama juga adalah salah satu hal yang membuatnya bosan dan jenuh, apalagi aku tak bisa membahagiakannya seperti saat dia membahagiakanku. Semua kondisi hidup yang dia alami berpengaruh pada sikapnya padaku hingga hubungan kami kini sedang ada di ujung tanduk.
Jika bagi laki-laki kaum perempuan adalah kaum yang sulit dimengerti, sebaliknya bagikupun sulit sekali untuk memahami laki-laki ini apalagi jika sudah diselimuti rasa bosan yang membabi buta seperti yang dia rasa padaku. Perhatian dan kasih yang kuberikan tak penting baginya. Jika aku bersikap seperti dia memperlakukanku juga sepertinya dia tak peduli. Sedikit saja aku mengajukan pertanyaan maka jawabannya bisa melebar karena semua yang kulakukan jadi selalu salah. Dia sering berkata kasar juga bersikap acuh dan sinis. Bahkan dia sudah tak pernah memanggilku ayang sejak akhir Februari lalu dan baru sepulang dari Bali 11 Mei 2014 kemarin dia kembali memanggilku ayang lagi.
Dalam kebingungan harus berbuat apa untuknya juga keterbatasanku untuk bisa kesana kemari maka aku mulai memilih diam. Aku biarkan dia dengan urusannya dengan perempuan manapun karena aku percaya bahwa hati akan selalu tahu mana yang pantas untuk menjadi belahannya. Dan aku percaya hatinya Insya Allah akan selalu menemukan hatiku.
Aku mulai belajar untuk tak sakit hati atas sikap dan ucapannya hingga airmataku mulai sulit menetes saat dia mulai bersikap atau berkata hal yang menyakitkan. Aku berlatih menjadi seorang mantan yang bukan siapa-siapa walau masih jadi pacarnya karena dia pernah berkata bahwa saat ini kami bersama hanya untuk menunggu waktu berpisah yang tepat jadi kini aku berlatih menjadi serpihan kenangan saja.
Ini mungkin yang namanya pacaran rasa jomblo. Tak ada lagi perhatian ataupun kata-kata manis, tak ada tetek bengek saling berkabar, dan sudah berbulan-bulan tak ada yang namanya kebersamaan di malam minggu. Aku pun mulai membatasi diri untuk gak kepo pada urusannya, mundur perlahan dari hidupnya agar dia bebas menjalani hidupnya karena hal yang dia perlu sepertinya adalah 'kebebasan' dan aku hanya akan ada saat dia perlu saja.
Secara logika, beberapa perempuan mungkin akan memilih untuk mengakhiri sesuatu yang tak jelas arah tujuannya, begitupun aku. Namun aku masih bertahan bersamanya, mengenyampingkan ego dan belajar mengalah karena aku tahu dia masih membutuhkanku untuk beberapa hal dan kebaikannya padaku di masa yang lalu adalah point utama kenapa aku masih bertahan. Bukan logika atau perasaan yang kugunakan untuk tetap bertahan tapi kata hati.
Bersamanya aku tak seutuhnya bahagia, namun tak bersamanya dan melihat dia menderita membuatku jauh lebih tak bahagia. Aku tahu dia pun tak bahagia bersamaku. Sepertinya kami mulai lupa apa itu bahagia. Hanya untaian doa yang menjadi harapan semoga dia mendapatkan kembali energi positifnya, juga karena peluk kasih-Nyalah yang masih menguatkanku untuk tetap mendampinginya.



Jika esok kita memang tak lagi bersama, maka tetaplah disampingku hingga hari ini berakhir.
Jika memang esok aku akan menangis karenamu, maka buatlah aku tertawa hari ini.
Jika esok kekasihmu yang baru  memintamu menjauhiku, maka biarkan aku bersamamu hari ini.
Jika esok kita tak kan lagi saling peduli, maka biarkan hari ini kita meluapkan semua keluh kesah.
Jika esok kita akan saling membenci, maka biarkan hari ini aku memelukmu dengan erat.
Jika esok kau tak kan lagi berbicara padaku, maka bercelotehlah kau hari ini hingga kupingku keriting mendengarmu.
Jika memang esok kita tak ingin lagi saling mengenal, maka duduklah hari ini disampingku untuk berbincang saat awal pertama kita bertemu 6 tahun lalu juga tentang semua hal yang telah kita lewati bersama.
Jika esok kita akan pergi saling menjauh, maka temani aku disini hari ini untuk bersenang-senang.
Genggam tanganku  hingga matahari terbenam.
Disini, ditempat awal kita bertemu.
Disini, ditempat kedua kita bersama dalam suasana yang berbeda.
Lalu kesana, ditempat terakhir kita bersama, beranjak dari kejenuhan hingga nanti kita berjumpa lagi dilangit ketujuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar