“Kunaon kamu Yah? Titadi asa cicing wae?” (Kenpa
kamu Yah? Daritadi perasaan kok diam saja?)
“Iya vin aku lagi bingung nih.” Jawab Aliyah saat Vina
menghampirinya yang sedang duduk diam di koridor sekolah saat jam istirahat
pelajaran.
“Bingung kenapa? Sok
atuh carita?” (Ayo cerita dong!)
“Emak pengen punya Oven Vin!”
“Oven buat apa?”
“Emak mau bikin kueh untuk dijual. Sekarang kan musim hujan,
jualan Es Teh mana laku!”
“Ya jual gorengan saja atuh, pasti laku!”
“Kata Emak gorengan nggak sehat Vin. Aku pengen beliin oven
buat Emak, tapi nggak ada uang. Uang jajanku dikumpulin juga mana cukup!”
“ Hese ari ahli gizi mah, dagang oge mikirkeun kesehatan. Sabarahaan
sih harga Oven?” ( Susah kalau ahli gizi, berjualan saja memikirkan
kesehatan. Berapa sih harga Oven?)
“Kemarin sih waktu Emak bayar cicilan kredit lemari, Emak
nanya ke tukang kredit. Aku denger harga Oven katanya 200ribu Vin.”
“Hemmm aya-aya wae atuh si Emak teh!” (ada-ada saja si Emak
tuh!)
“Tettttttttttttt” Terdengar
bunyi bel sekolah menandakan jam pelajaran kembali dimulai. Semua murid yang
tengah asik dengan semua aktivitasnya lalu berlarian menuju kelas
masing-masing begitu mendengar bunyi bel.
“Yu masuk Vin nanti kita ngobrol lagi!” Ajak Aliyah.
“Hayu” Jawab Vina sembari bangkit dari duduknya lalu mereka
berdua berjalan dengan santai menuju kelas. Selama pelajaran berlangsung Aliyah
masih saja terus memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan uang dua ratus
ribu. Baginya yang baru saja duduk di kelas 1 SMP tentu saja itu adalah uang
yang banyak. Dia sudah mengkalkulasikan jika ia mengumpulkan dari uang jajannya
yang hanya dua ribu rupiah per hari. Artinya dia harus mengumpulkan uang selama
seratus hari. Sedangkan Aliyah ingin menghadiahkan Oven itu untuk perayaan hari
Ibu tanggal 22 Desember yang artinya hanya dua puluh hari lagi.
Bagi Aliyah, Emak adalah satu-satunya Ibu yang dia miliki
selama enam tahun ini. Enam tahun yang lalu Ibu kandung Aliyah meninggal karena
penyakit Jantung saat Aliyah berusia 7 tahun dan setelah itu Aliyah diurus oleh
Emak Asih yang dulu adalah pembantunya sedangkan ayah Aliyah sendiri sudah lama
meninggal saat Aliyah masih berusia satu tahun karena sebuah kecelakaan.
Aliyah ingat betul semasa Ibunya masih hidup, dia, Emak dan
Ibu hidup bertiga dalam kebahagiaan. Ibu Aliyah adalah seorang pembuat kueh dan
Emak Asih yang selalu membantu aktivitas ibunya. Kueh kueh buatan ibu Aliyah
terkenal sangat enak dan dia selalu kebanjiran pesanan dari ibu-ibu arisan, ibu-ibu
PKK, acara pengajian dan banyak acara lainnya. Di masa itu Aliyah adalah
seorang Putri, tidak sulit untuk mendapatkan mainan yang diinginkannya atau
apapun yang diinginkan akan selalu dia dapatkan dengan mudah karena masih ada
Ibu yang mampu membelikannya.
Keluarga bagi Aliyah hanyalah Emak dan Ibu dan semenjak Ibunya
meninggal, Emak lah yang mengasuh Aliyah karena tidak ada keluarga lain dari
pihak Ayah ataupun Ibu Aliyah yang dikenal untuk mengasuh Aliyah. Emak sudah
mengurus dan menjaga Aliyah semenjak Aliyah lahir dan karena itulah Emak tidak
sampai hati menitipkan Aliyah dipanti asuhan karena baginya Aliyah sudah
seperti anak sendiri dan jadilah mereka hidup bersama seperti Ibu dan anak
kandung sepeninggal Ibu. Dengan tulus Emak mengurus Aliyah dan
menyekolahkannya.
Untuk mendapat penghasilan biaya hidup sehari-hari, Emak
membuat Es Teh dan menitipkan diwarung-warung dan kantin sekolah Aliyah yang letaknya
tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Biasanya di setiap musim penghujan, Emak
akan bekerja di warung nasi Mas Heru yang berada di depan gang rumah mereka.
Tapi musim hujan kali ini Emak tidak ingin bekerja di warung nasi karena
dirinya yang makin tua sudah mulai sering encok dan badannya mudah lelah akibat
usia emak yang semakin tua sehingga Emak ingin berjualan kueh saja seperti saat
Ibu masih ada.
Emak sudah tahu resep dan cara membuat kueh karena dulu
sering membantu Ibunda Aliyah. Hampir semua peralatan membuat kueh masih
lengkap. Mulai dari loyang-loyang, cetakan, Mixer pengocok kueh dan yang
lainnya. Hanya saja Oven peninggalan Ibu sudah rusak dan tidak bisa digunakan.
Aliyah begitu menyayangi Emak dan berharap di hari Ibu kali ini bisa memberikan
sesuatu yang special untuk Emak. Selama ini Aliyah selalu jadi anak yang baik
dan penurut. Dia lembut dan pantang mengeluh, Emak selalu berkata “Kamu persis
sekali dengan Ibumu Yah!”
*****
“Hayu Yah, urang balik!” (Ayo Yah, kita pulang!) Ucap Vina
mengagetkan Aliyah yang tengah asik melamun.
“Lho gurunya kemana?” Tanya Aliyah.
“Ah basi, udah daritadi kali selese. Kamu ajah yang terus
bengong. Untung tadi pas Bu Lubis ngajar teu merhatikeun maneh!” (nggak merhatiin
kamu!) Ucap Vina dengan santai.
“Astagfirullah!”
“Buru tuluykeun carita nu tadi.” (Cepat lanjutkan
cerita yang tadi.) Ucap Vina khas dengan logat Sundanya. Vina adalah teman sekelas
Aliyah yang juga menjadi sahabat Aliyah tempatnya bercerita segala macam. Vina
santai dan cuek namun seorang pekerja keras walaupun masih bersekolah dan
otaknya adalah otak seorang ekonom handal sehingga Aliyah yakin bahwa Vina bisa
memberikan solusi untuknya.
“Bingung kan?” Tanya Aliyah usai menceritakan semua pada
Vina.
“Ah gampil, cetek atuh eta mah!” (Ah gampang, kecil itu
mah!) Ucap Vina sambil menyentuh kelingkingnya dengan Ibu jari.
“Maksudnya Vin? Jadi kamu tahu aku harus gimaa?” Ucap Aliyah
dengan girang.
“Geus tangtu eta mh!” (sudah pasti itu mah!)
“Ah kamu memang sahabat yang bisa aku andelin! Thank you
Vina! Sekarang aku harus gimana?”
“Tuh!” Ucap Vina sambil menunjuk StudioMall salah satu Mall terbesar
di kota Bandung yang letaknya persis berada disebrang sekolah mereka.
“Maksudnya?” Tanya Aliyah heran.
“Tempat itu yang bakal ngasih duit buat kamu Yah” Ucap Vina
lalu Vina menyampaikan idenya pada Aliyah. Yaitu menjadi ojeg payung pada sore
hari di salah Studio Mall karena saat ini musim penghujan dan upah ojeg Payung
adalah lima ribu untuk mengantarkan satu orang dari Mall menuju tempat parkir
dan dia menyarankan Aliyah mendapatkan dua orang dalam sehari sehingga Aliyah
aka mendapat uang sepuluh ribu per hari dan dalam dua puluh hari sudah bisa
mengumpulkan dua ratus ribu.
“Kumaha? Edek moal?” (Bagaimana? Mau tidk?) Tanya Vina
“Hemmm gimana ya? Pasti nggak akan boleh sama Emak.”
“Ya nggak usah bilang-bilang! ”
“Trus kalo pamit perginya gimana setiap hari?”
“Gampang, bilang aja latihan nari untuk kegiatan sekolah
jadi latihan tiap hari. Baju dines ngojeg pake bajuku saja kan kita bajunya
seukuran jadi bajumu moal kotor!” (Nggak akan kotor)
“Emang ada baju dines nya ya Vin?”
“Hahahahahaha nya henteu atuh sateh!”(Ya nggak dong!) Jawab
Vina
“Trus?”
“Begini maksudnya Nona Aliyah Ayu Natsira, kamu kan kalau
nanti ngojek bajunya pasti kotor kena cipratan air ujan jadi baju yang kamu
pake disimpen dan pake baju aku karena kalau baju kamu kotor kan Emak pasti
nanya!”
“Oohhh. Kamu pinter banget sih Vina Rizky Mahesa!”
“Eh Vina tea atuh!” (Vina gitu lho!) Ucap Vina sambil memegang
kerah seragam sekolahnya. “Ya udah nanti setengah lima kita ketemu digerbang
StudioMall itu ya. Jangan telat, piraku imah deket telat!”(masa rumahnya dekat
telat!) Ucap Vina melanjutkan ucapannya.
“OK!”
Mereka berdua lalu pulang dan karena rumah Aliyah dekat dari
sekolah maka ia cukup berjalan kaki saja tanpa harus naik angkot seperti Vina.
Dia tidak sabar ingin segera menjalankan rencananya dan berdoa agar Emak tidak
mengetahui dirinya berbohong untuk pertama kalinya. Aliyah sebenarnya tidak
tega tapi tidak ada jalan lain dan ia juga berdoa agar tetangganya tidak
melihatnya lalu melaporkannya pada Emak, maklum rumah Aliyah dekat dari
StudioMall.
*****
Tiba waktu yang disepakati, Aliyah pun berpamitan pada Emak
dan lolos dengan mudah karena Emak tidak sedikitpun menaruh curiga. Bersama
Vina mereka memasuki gerbang StudioMall “Aku memasuki gerbang sumber rezekyku!”
Ucap Aliyah dalam hati. Tiba di halaman StudioMall yang luas hujan sudah mulai
turun rintik-rintik dn Vina mengajak Aliyah dibawa pada Kang Doni koordinator
ojeg payung StudioMall dan dari Kang Donilah mereka mendapat Payung yang akan
mereka gunakan dengan biaya sewa lima ribu rupiah perhari.
“Iyeuh Payungna geulis, ngadua weh supados hujan sing ageung
nya!” (Ini payungnya cantik, berdoa saja supaya hujan cukup deras ya.) Ucap
Kang Doni dengan santun.
“Iya Kang. Nuhun.”(terima kasih) Ucap Aliyah sambil menerima
Payung yang lebih besar dari dirinya dan berjalan menuju pintu masuk StudioMall
setelah Vina juga mendapatkan payungnya. Di sekitar pintu masuk sudah ada para
pengojeg lain yang usiany tidak begitu jauh dari Vina dan Aliyah lalu Vina
memperkenalkannya satu persatu pada Aliyah. Vina memang jadi pengojeg payung
setiap hari selama musim penghujan pantas dia kenal dengan pengojeg payung
lainnya. Vina menjadi pengojeg payung ataupun berjualan gorengan keliling untuk
biaya sekolah karena dia begitu gigih ingin sekolah berbeda dari pengojeg
payung lain yng rata-rata putus sekolah dan malas bersekolah dan Vina juga
pintar itu yang membuat Aliyah akrab dengannya.
Setiap kali ada orang yang keluar dari mall, para pengojeg
payung bangkit dan menawarkan jasanya dengan santun secara bergiliran. Selama
menunggu giliran Aliyah ngobrol dengan Vina dan para pengojeg Payung lainnya
tentang banyak hal. Dalam hujan mereka bertemu dengan rezeky, hujan deras
adalah dambaan karena mereka akan kebanjiran rupiah sebagai imbalan. Berharap
orang-orang tidak memiliki payung dan mereka sang penakluk hujanlah yang akan
dicari. Berjalan dari pintu masuk menuju pintu mobil atau parkiran motor dan
menemani selama menggunakan jas hujan. Mereka adalah pahlawan tanpa alas kaki
bersenjatakan payung dan bersahabat dengan dinginnya hujan.
Jangan tanya dimana jaket karena berlari akan membuat gerah
sehingga dinginnya hujan tetap hangat bagi mereka. Dalam hujan mereka bertemu
tawa dan ucapan terima kasih dari orang-orang dan itu sudah cukup menambah
kegembiraan. Hujan yang dibenci sebagian orang adalah senyuman di bibir mereka.
Setiap langkah kaki mereka dalam rintik hujan adalah harapan. Hujan mencoba
menghantam dan mengamuk seolah ingin mereka pergi dengan wajah tertunduk. Tapi
dada para pengojeg payung justru semakin busung saat hujan semakin deras
pertanda pantang mundur.
Malam itu Aliyah dan Vina pulang pukul delapan dan Aliyah
mendapatkan uang dua puluh ribu rupiah. Ada lima orang yang menggunakan jasanya
dan masing-masing membayar sesuai tarif lima ribu rupiah dan lima ribu rupiah
dia serahkan pada Kang Doni. Tentu saja senyumnya tidak berhenti mengembang
membayangkan jika setiap hari menerima dua puluh ribu artinya cukup bekerja
sepuluh hari atau menambah beberapa hari lagi untuk membeli kue tart juga baju
baru untuk Emak pikir Aliyah. Dia pulang dengan perasaan gembira dan tekadnya
semakin bulat untuk menjadi pengojeg payung dan berharap hujan deras setiap
hari dan berdoa dalam hati agar Emak tidak tahu.
Berhari-hari kegiatan Aliyah bertambah yaitu menjadi
pengojeg Payung hingga di hari kedelapan saat ia mendapatkan giliran untuk
menawarkan jasanya, dia menawarkan jasa payung pada seorang laki-laki berusia
30 tahunan yang berpakaian sangat rapih dan tampa yang sedang berdiri di depan
pintu keluar Mall.
“A Payungnya A?” Tanya Aliyah dengan ramah.
“Boleh anter saya kesana ya.” Ucap sang laki-laki tersebut
sambil menunjuk parkiran mobil.
“Ayo A.”
“Ayo. Sini saya yang pegang payungnya kan saya lebih tinggi,
kalau kamu yang pegang percuma dong.” Ucapnya sambil tersenyum.
“Oh Iya ya, ini A.” Ucap Aliyah malu-malu sambil menyerahkan
payung lalu mereka berjalan bersama menuju tempat parkir.
“Kamu ngapain jalan di belakang saya? Sini sebelah saya.
Kena hujan sakit nanti kamu.”
“Nggak apa-apa A biasa juga gini.” Ucap Aliyah.
“Nggak ada alesan, memang tampang saya tampang raja tega?
Udah sini pake payung sama-sama.” Ucap laki-laki tersebut sambil menarik lengan
Aliyah dan terus memegangnya hingga tiba di mobil yang dituju laki-laki itu.
Setelah masuk kedalam mobil dan menyerahkan payung laki-laki itu juga
menyerahkan uang dua puluh ribu rupiah.
“Ini kembaliannya A!” Ucap Aliyah menyerahkan uang lima belas
ribu rupiah.
“Nggak usah buat kamu aja.”
“Nggak usah A, hak saya Cuma lima ribu. Aa ambil aja lumayan
buat sedekah ditempat lain.”
“Udah ambil, rezeky jngan ditolak. Oh iya nama kamu siapa?”
“Aliyah A!”
“Wajah kamu cantik dan mengingatkan saya pada seseorang yang
namanya juga kebetulan sma. Tapi Cuma kebetulan saja barangkali.” Ucapnya lalu
berpamitan dan menutup pintu mobil. Saat mobil melaju Aliyah melihat dompet dan
mengambilnya dan ternyata milik laki-laki tadi memeluk seorang perempuan dan
betapa kagetnya Aliyah melihat wajah perempuan itu. Dia hafal pemilik wajah itu
walau sudah enam tahun tidak berjumpa. Tapi dia yakin dan itu tidak akan salah,
itu adalah wajah ibunya. “Jangan-jangan yang dimaksud laki-laki tadi bahwa
wajahku mengingatkannya pada seseorang memang Ibu. Lagipula nama kami memang
sama, nama Ibu adalah Zahra Aliyah Subekti.” Pikir Aliyah. Aliyah memeriksa
dompet dengan ragu, ada KTP disana dan dia baca nama yang tercantum adalah Ibnu
Wibawa yang beralamat di Setra Sari.
*****
Hari itu Aliyah pulang dengan perasaan gembira karena
membawa pulang uan empat puluh lima ribu rupiah “laris manis.” Ucapnya pada
Vina setelah menyerahkan selembar uang sepuluh ribu rupiah.
“Syukur atuh.” (Syukur dong.) Ucap Vina lalu berkata kembali
“Tapi yeuh teu kudu. Kamu kan leuwih butuh.” ( tapi ini nggak usah. Kamu kan
lebih butuh.) Ucap Vina mengembalikan uang pemberian Aliyah.
“Ambil Vin, tolong. Aku ikhlas kok, lumayan buat kamu
jajan.”
“Ok, sip Nuhun nya!” Ucap Vina.
Tiba dirumah Aliyah melihat tabungan uangnya di dalam lemari
dan sudah terkumpul uang sebanyk seratus sembilan puluh ribu rupiah ditambah
penghasilannya hari ini. “Besok satu hari lagi.” Ucap Aliyah lalu ia bersiap
tidur dan mengambil dompet yang dia temukan. Dia terus menatap foto di dalam
dompet. Dia yakin itu ibunya tapi laki-laki yang memeluk bukan ayahnya dia
yakin. Untuk memastikan Aliyah mengambil foto Ayah Ibunya yang ada di meja
belajar lalu membandingkannya dan benar itu bukan Ayahnya. Ia tertidur dan
terus bertanya dalam hati siapa laki-laki itu. Kenapa laki-laki itu memeluk
Ibunya dari belakang. Aliyah ingin bertanya pada Emak mungkin saja Emak
mengenalnya tapi urung dilakukan karena takut Emak akan tahu dirinya jadi
pengojeg payung.
Keesokan harinya disekolah Aliyah menceritakan dompet temuannya
pada Vina dan mengusulkan untuk mengembalikan kepada pemilik dompet sepulang
mereka sekolah dengan naik angkot.
“Bisi neangan nu boga na.” (siapa tahu yang punya sedang
mencari-cari.) ucap Vina dan disetujui Aliyah dengan anggukan kepala. Sepulang
sekolah Aliyah dan Vina berpamitan pada Emak dan Vina yang meminta izin pada
Emak dengan mengatakan bahwa dirinyalah yang menemukan dompet dan minta
ditemani Aliyah. Emak memeriksa dompet “Untung foto udah disimpen.” Ucap Aliyah
dalam hati ketika Emak memeriksa dompet dan mengembalikan kembali dompet pada
Vina saat melihat ada delapan lembar uang seratus ribu rupiah dan tidak
memeriksa lagi yang lainnya “Yeuh jug geura pulangkeun kade tong dikurangan
duitna.” (Ini sana kembalikan, awas jangan dikurangi uangnya.) Ucap Emak dan
mempersilahkan juga mewanti-wanti Aliyah dan Vina untuk berhati-hati.
Setelah berulang kali naik turun angkot dan berjalan kaki
mereka tiba di alamat yang dituju. Sebuah rumah mewah yang indah dan dengan
ragu-ragu mereka memencet bel lalu keluarlah seorang perempuan.
“Punteun Teh.” Ucap Vina dengan santun dan tersenyum.
“Mangga.” Jawab perempuan itu.
“Bener teh ini rumah Pa Ibnu?”
“Bener.”
“Pa Ibnunya ada?”
“Nggak ada, lagi kerja.”
“Oh tadinya kita mau ngembaliin dompet Pa Ibnu.”
“Ya udah siniin aja neng.”
“Ngga bisa Teh, saya kudu ngembaliin diterima langsung Pak
Ibnu.”
“Ya udah tunggu sebentar saya tanya juragan istri dulu.”
Ucapnya lalu kembali kedalam rumah meninggalkan Aliyah dan Vina.
“Masuk dulu neng.” Ucap wanita itu sambil membuka gerbang
mempersilahkan Vina dan Aliyah untuk masuk dan duduk dikursi teras rumah yang
luas saat wanita itu kembali lagi.
“Edan nya Yah, teras na wae sagede kieu komo jerona!” (Edan
ya Yah, terasnya saja sebesar ini apalagi di dalamnya.) Ucap Vina.
“Rumah orang kaya Vin.”
Tidak lama perempuan itu kembali dengan membawa dua gelas
jus Jeruk. “Den Ibnu sudah di telpon juragan istri neng jadi tunggu aja.”
Ucapnya.
“Iya makasih Mbak, maaf merepotkan.” Ucap Vina diikuti
anggukan dan senyum Aliyah lalu perempuan itu masuk kembali ke dalam rumah.
“tinnnnnn tinnnn” terdengar suara klakson mobil lalu
perempuan tadi berlari tergesa-gesa membuka pagar dan keluar laki-laki dari
setelah mobil diparkirkan, laki-laki yang Aliyah kenal dan pernah memberi dua
puluh ribu untuk jasa ojeg payungnya.
“Ternyata kamu yang nemuin dompet saya cantik?” Ucap Ibnu
ketika melihat Aliyah dan Vina.
“Iya A, kenalin ini Vina temen saya A.”
“Vina. Ini dompetnya A, sempet kita bongkar untuk liat KTP
tapi periksa dulu aja siapa tahu ada yang hilang.” Ucap Vina sambil menyerahkan
dompet.
“Ibnu.” Jawab Ibnu sambil tersenyum lalu memeriksa dompet “Loh
kok fotonya nggak ada? Yang lain sih kumplit.”
“Foto?” Tanya Vina.
“Oh iya ini A.” Ucap Aliyah mengambil buku kecil yang
disebut Binder dari dalam tas nya lalu mengambil foto yang diselipkan di Binder
lalu menyerahkan pada Ibnu.
“Yah bener ini, makasih ya, ini foto terakhir saya bareng
dia. Yu silahkan duduk kita ke dalem yu untuk makan sama-sama.”
“Nggak usah A, kita mau pulang biar nggak kehujanan.” Ucap
Vina.
“Gampang nanti saya anter.”
“Tapi kita harus ngojeg Payung A.” Ucap Vina kembali.
“Libur dulu ya hari ini aja plis.”
“Iya nggak apa-apa Vin hari ini aja.” Ucap Aliyah.
“Tapi kan uang kamu untuk Emak masih kurang.” Ucap Vina
setengah berbisik dengan ekspresi kesal
diwajahnya.
“Ssstt.” Ucap Aliyah pada Vina lalu berkata pada Ibnu“Maa f
A Ibu di dalam foto itu namanya Zahra Aliyah? Aa bilang wajah saya mengingatkan
sama seseorang dan nama kami sama maksudnya dia?”
“Iya, kamu kenal? Dimana dia sekarang?” Jawab Ibnu bertanya
heran.
“Di surga.”
“Maksud kamu.” Bentak Ibnu sambil bangkit dari duduknya.
“Iya A, itu Ibu Aliyah, Ibu sekarang ada di surga.”
“Nggak mungkin. Sini kamu.”Bentak Ibnu lalu membuka pintu
lalu masuk diikuti Vina dan Aliyah. Setelah melewati ruang tamu mereka masuk ke
dalam ruang keluarga. Ada seorang wanita tua yang sedang duduk santai menonton
televisi dan sekarang mengalihkan pandangan pada mereka bertiga.
“Sopo Nu?” (Siapa Nu?)Tanya wanita itu dalam logat Jawa dan
halus sekali diikuti senyum Aliyah dan Vina sedangkan yang ditanya tidak
menjawab hanya berdiri kaku sambil berkacak pinggang.
“Say Vina bu, ini Aliyah yang nemu dompet A Ibnu.” Ucap Vina
sambil tersenyum. Senyum yang dipaksakan karena sebenarnya takut pada ekspresi
Ibnu setelah Aliyah mengatakan Ibunya di surga.
“Lihat” Ucap Ibnu menunjuk foto-foto yang menggantung dan
itu adalah foto Ibu Aliyah dan Aliyah tersenyum melihat wjah ceria Ibunya di
dalam foto penuh gaya dan manis yang belum pernah ia lihat dan juga ada
beberapa foto Ibunya bersama Ibnu. Berpelukan, ada juga saat Ibnu mencium pipi
Ibunya, menggendong dan banyak foto mesra lainnya. “Lihat baik-baik. Barangkali
kamu salah lihat mungkin kamu salah “ bentak Ibnu.
“Nggak salah, Aliyah nggak mungkin salah A. Itu Ibu Aliyah.
Ibu yang kata Emak ada di surga karena meninggal enam tahun yang lalu.” Jawab
Aliyah lalu Ibnu duduk dan matanya merah.
“Mereka ini siapa Nu? Kok kamu tunjukin foto Aliyah?”
“Saya Aliyah Bu, itu foto Ibu saya.” Jawab Aliyah.
“Astagfirullah, kamu anaknya Zahra Aliyah?”
“Iya. Sebenernya Aa dan Ibu siapa dan kenapa kenal Ibu saya.”
“Aku nenekmu nak, Zahra Aliyah itu ya anakku.”
“Nenek?” Tanya Aliyah
“Bukan bu dia bukan anak Kak Zahra, dia bohong! Nggak mungkin
Kak Zahra udah meninggal.” Ucap Ibnu yang kini mulai terisak
“Inalillahi, Zahra meninggal? Zahra Aliyah anakku”
“Nggak mungkin!” Ucap Ibnu.
“Sini nak. Peluk nenek.” Lalu Aliyah menghampirinya dan
memeluknya.
“Ipah” Ucap wanita itu yang menyebut dirinya nenek Aliyah
lalu perempuan bernama Ipah muncul yaitu perempuan yang tadi mempersilahkan
masuk dan menyediakan minum. Dia membantu nenek untuk duduk dikursi roda lalu
mengikuti instruksi nenek untuk mendorongnya menghampiri Ibnu ang kemudian
menghambur kepeluknya.
“Aku belum ketemu Kak Zahra Mah. Nggak mungkin dia pergi
ninggalin aku selamanya Mah. Waktu itu dia pergi karena Papah nggak setuju Kak
Zahra nikh sama Mas Pratama bukan untuk pergi selamanya.” Ucap Ibnu .
“Sini Nak.” Panggil nenek itu dan menyuruh Aliyah untuk
duduk disamping Ibnu dan Vina dengan wajah heran dan karena tidak dipersilahkan
maka dia berinisiatif untuk mengambil posisi dan duduk di kursi yang kosong
memperhatikan Aliyah, Ibnu dan nenek yang baginya seperti tayangan di sinetron “Si
Aliyah berarti jalma beunghar mun ieu bener teh!” (si Aliyah berarti orng kaya
jika ini semua benar!) ucapnya dalam hati.
“Sekarang kamu ceritain dimana Zahra sebenarnya dan dimana
ayahmu?” Tanya Nenek lalu Aliyah menceritakan semuanya diikuti isak tangis Ibnu
yang ternyata adalah adik satu-satunya Ibunya dan memiliki hubungan yang sangat
dekat dan artinya Ibnu adalah Om nya.
Dari Nenek akhirnya Aliyah tahu Ayahnya yang bernama Pratama
adalah anak yatim piatu yang dibesarkan oleh Nenek dan Kakek lalu sesudah
dewasa ternyata Ayah jatuh cinta pada Ibu Aliyah yang dibesarkan bersama sejak
kecil dan membuat Kakek murka. Ibu dan Ayahnya menikah tanpa restu Kakek dan
pernikahan Ayah Ibunya hanya di hadiri Om Ibnu karena Nenek tidak berani
membantah Kakek. Karena selalu di teror Kakek yang juga sudah meninggal dua
tahun lalu maka Ibunya pindah ke Bandung bersama Ayah juga Emak Asih mantan
pembantu keluarga mereka yang diperintahkan Nenek untuk menjaga Ibu Aliyah.
Dua belas tahun yang lalu dari wartel stasiun kereta api Gubeng
Emak Asih menelpon Nenek memberi tahu bahwa Ibu, Ayah dan Emak Asih akan pindah
ke Bandung kota Emak Asih berasal dan akan tinggal dirumah yang sudah dibeli
Ayah sebelumnya namun Emak Asih tidak tahu alamatnya. Setelah kakek meninggal,
Nenek pindah ke Bandung mengikuti Om Ibnu yang sudah lebih dulu pindah saat
tahu Ibu Aliyah berada di Bandung dengan alasan kuliah pada Kakek.
Semenjak kuliah hingga saat ini Om Ibnu terus mencari Ayah
dan Ibu Alyah namun tidak hasilnya nihil dan ketika mendapat kabar justru
menerima kabar duka. Setelah itu Om Ibnu dan Nenek bergantian memeluk Aliyah
diikuti derai air mata. Setelah itu Aliyah bersama Vina, Om Ibnu dan Nenek
pergi bersama ke pemakaman di Sirnaraga tempat Ayah dan Ibu Aliyah dimakamkan.
Nenek mengajak Aliyah tinggal bersama namun menolak jika
belum seizin Emak. Maka saat mengantarkan Aliyah pulang setelah sebelumnya
mengantar Vina. Nenek dan Om Ibnu menangis berpelukan saat bertemu Emak dan
saling bertukar cerita. Nenek mengajak Aliyah dan Emak untuk tinggal bersama
namun Emak tolak dengan halus dengan alasan tidak mau meninggalkan rumah peninggalan
Ibu dan Ayah dan karena Nenek memaksa maka Emak membolehkan Aliyah untuk menginap
dirumah Nenek.
Pertemuan Nenek, Om Ibnu dan Aliyah adalah sebuah keajaiban
yang diciptakan oleh hujan saat Aliyah menjadi pengojeg Payung. Hujan yang
mempertemukan tanpa banyak berkata. Hujan yang turun untuk sebuah cinta. Hujan yang
menjadi bagian penting saat Aliyah mencari rezeky.
“Om Ibnu, sibuk nggak?” Tanya Aliyah pada Ibnu yang malam
itu sedang santai menonton televisi bersama Nenek.
“Nggak cantik, kenapa?”
“Ini Om.” Ucap Aliyah menyerahkan uang seratus sembilan
puluh ribu rupiah miliknya.
“Itu uang hasil Aliyah ngojeg payung Om.”
“Buat Om?”
Aliyah menggelengkan lalu berkata “Emak nggak pernah tahu Aliyah
jadi ojeg Payung. Aliyah jadi ojeg payung karena pingin kasih hadiah untuk
Emak. Besok hari Ibu dan Aliyah pingin kasih Oven Om tapi masih kurang sepuluh
ribu dan Aliyah mau minta anter beli Oven Om.”
“Besok Nenek juga ikut beli Ovennya ya, biar nenek yang
tambahin kurangnya.
Keesokan harinya mereka pergi ke toko peralatan rumah tangga
di jalan Abc dan membelikan Oven dan mampir ke Pasar Baru untuk membelikan Emak
baju. Sebelum ke rumah di jalan Turangga, terlebih dulu mereka membeli kueh
tart di slah satu toko kueh kecil namun terkenal di jalan Laswi. Emak terharu
dengan hadiah yang diterima terlebih saat mengetahui Aliyah menjadi ojeg payung
sekaligus marah karena sudah berbhong. Tapi kasih sayang lebih besar dibanding
amarah hingga air mata lah yang akhirnya berbicara, air mata haru bahagia.
Hujan tuntun aku menuju indahnya pelangi setelah hujan
Hujan pertama yang kutemui dengan suka cita
Hujan yang tidak banyak berkata-kata tapi mengantar pada
makna
Hujan mempertemukan pada kenangan masa lalu