If I could get another chance
Another walk,
another dance with him,
I'd play a song that
would never ever end
How I'd love love
love, to dance with my father again
When I and my mother
would disagree
To get my way I
would run from her to him
He'd make me laugh
just to comfort me(yeah, yeah)
Then finally make me
do just what my momma said
Later that night,
when I was asleep
He left a dollar
under my sheet
Never dreamed that
he would be gone from me
Saat ini aku begitu merindukan Ayahku yang selalu penuh solusi bijak. Lagu Dance with my father again dari Luther Vandos seolah menjadi backsound yang pas. Tiba-tiba saja hujan turun saat aku sedang termenung padahal sudah satu minggu ini Bandung tanpa hujan. Suasananya jadi begitu sempurna, membuat ingatanku kembali ke masa 3 tahun yang lalu tepatnya 6 September 2009.
Setiba di rumah, aku melihat ada pemandangan
yang tidak biasa. Semua berkumpul mengelilingi Papah "Papah kenapa
Mah?" Tanyaku.
"Nggak tau lah Mamah,
ditanya kenapa nggak jawab. Papah nggak bisa ngomong!” Jawab Mamah dengan wajah
tenang.
Ya, wajah perempuan hebat ini
selalu tenang saat dihadapkan pada masalah tersulit sekalipun karena dia sudah
menguasai dirinya dengan kesadaran penuh akan apa yang sedang ia alami tapi
tetap saja aku melihat wajahnya menyiratkan kekhawatiran mendalam yang coba ia
sembunyikan dari siapapun.
Ya, 3 tahun lalu Ayahku terkena
serangan Stroke, selama beberapa bulan dia tidak mampu berjalan, tangannya
sulit digerakkan dan kemampuan berkomunikasi nya berkurang drastis karena
masalah pada suaranya. Dia mampu berbicara, tapi hanya kata-kata terakhir yang
dia dengar yang mampu dia ucapkan. Dia bisa berpikir namun otak dan lidah tidak
singkron dan dia akan kelelahan saat berjuang hanya untuk sekedar menyampaikan
keinginannya. Untuk minta di antar pergi ke satu tempat yang dia mau saja bisa
membutuhkan proses 1 hingga 2 jam agar kami bisa mengerti maksudnya.
Aku menjauhinya saat itu karena aku membenci situasi.
Sulit?? tentu tapi ini pasti
lebih sulit baginya.
Sedih?? jelas tapi ini pasti
lebih menyedihkan baginya.
Akhirnya aku sadar bahwa aku tidak boleh
menjauh darinya, dia membutuhkan dukunganku. Setiap pagi aku mulai memijat kakinya
diteras rumah sambil berjemur dan aku akan berkata padanya “Papah harus
bersyukur, karena Tuhan ngasih Papah kehidupan ke-2 dan ngasih kesempatan Papah
untuk belajar lagi. Setiap manusia itu kan mengalami proses belajar Pah mulai
dari belajar ngomong, proses belajar jalan dan proses belajar lainnya dari mulai waktu masih bayi dan
itu yang Papah alami saat ini. Jadi, kalau waktu Papah masih anak-anak saja Papah
bisa melewatinya, sekarang pasti bakal lebih mudah untuk Papah melewati ini
semua! Anak kecil itu kan selalu tanpa dosa Pah dan mudah-mudahan penyakit ini
menghapuskan dosa-dosa Papah!” Dan kata-kata itu ternyata manjur dan mampu membuatnya
tersenyum sambil mengacungkan jempolnya pertanda setuju.
Dulu dia adalah laki-laki hebat
(kebanyakan setiap anak akan merasa Ayahnya lah yang terhebat dan begitu pun
denganku!) kini pun dia tetap yang terhebat. Tidak kenal menyerah, gigih
berjuang untuk kami dan selalu memberikan ketenangan jika istri atau
anak-anaknya mengalami masalah. Entah dari mana datangnya ketenangan pada
dirinya, tapi itu adalah sikap yang aku selalu ingin tiru agar bisa sama
dengannya.
Selama ini, Papah selalu bisa memberikan petuah-petuah bijak atas semua masalah yang aku alami tapi kini dia benar-benr seperti anak-anak. Mudah marah, manja dan terlebih tidak bisa berkomunikasi karena gangguan pada pita suaranya.
Selama ini, Papah selalu bisa memberikan petuah-petuah bijak atas semua masalah yang aku alami tapi kini dia benar-benr seperti anak-anak. Mudah marah, manja dan terlebih tidak bisa berkomunikasi karena gangguan pada pita suaranya.
Sekarang aku begitu membutuhkan dia untuk berbincang denganku. Aku ingin menceritakan semua kebingunganku, semua kekecewaanku pada diriku sendiri karena aku tidak menjadi perempuan yang tulus, karena aku belum sepenuhnya meringankan beban Ibuku ("Maafin aku Mah!"), karena aku telah gagal menjaga adik2ku dari orang jahat bahkan dari diriku sendiri ("Maafin kaka ya Gu, Na, Nda, Rif!") dan betapa aku ingin bertanya banyak hal tentang pernikahan. Papahhhhhhh,, aku kangen. Kangen solusi bijak Papah. Maafin aku Pah, cepet sembuh ya Pah.
Ya Allah, aku mohon
jaga mereka yang kusayangi Ya Allah. Rencanamu yang terbaik dan mudah2an kesembuhan Ayahku ada
dalam rencanaMu. Sehatkan Ibuku dan tambahkan ketabahan dihatinya. Jauhkan
adik-adikku dari orang-orang yang berniat jahat dan dari marabahaya ya Allah.
Aamiin ya rabbal alamin.