Minggu, 18 Maret 2012

no self discount


Ononk, begitu biasa aku memanggilnya. Hari ini aku jadi tertarik untuk membicarakannya. Sulit sekali memahami laki-laki satu ini. Sepertinya aku lebih mudah mencerna apa itu ilmu Statistik yang paling kubenci. Tapi nggak gitu-gitu amat sih sebenernya #plin-plan! Sebetulnya sih dia itu lembut dan lugu jika benar-benar mau mengenalinya dan sebenarnya agak wajar jika dia bersikap seperti ini dengan apa yang sudah dia alami dan apa yang saat ini sedang dia hadapi.

Dia sendiri, tidak ada pegangan bahkan Tuhan yang jelas-jelas seharusnya menjadi penolong pun tak ia datangi untuk mencoba berbincang mesra dengan si empunya hidup juga yang menggenggam jiwa. Sepertinya itu belum menjadi pilihannya saat ini.

Dia masih akan membawa pikirannya bersama dengan segala macam kesulitan yang ada, membuatnya sedikit agak terlihat membaik padahal sebenarnya, tanpa ia sadari, dia justru sedang membuatnya semakin kusut.

Yang dia butuhkan saat ini adalah ketenangan dalam berpikir, mengendalikan pikirannya dan tidak memenjarakan dirinya dalam pikirannya! Andai ia mau melakukan itu dan aku harap sang khalik mau menunjukkannya cahaya untuk mengetahui dirinya sendiri yang telah banyak ia discount selama ini. 

Gambaran diri Ononk saat ini ibarat seseorang yang sedang bekerja keras untuk mengangkat air dari sungai hingga ke rumahnya yang berjarak kiloan meter dengan menggunakan 2 ember bervolume 20 liter ditopang kayu panjang pada pundaknya. Dia bekerja tanpa lelah kesana kemari menguras tenaga tapi dia lupa memperhatikan ember yang dia gunakan. Ternyata ada lubang disana berdiameter hampir 0,8cm yang membuat air keluar perlahan sehingga air yang penuh saat di ambil dari sungai, ternyata saat ia tiba di rumah isi ember bahkan tidak mencapai setengahnya. Padahal dia sudah berjalan jauh mengangkutnya dengan lelah, susah payah dia berjalan kerumah.

Kesal? Itu sudah pasti! Tapi sepertinya dia lupa atau mungkin tidak tahu bahwa emosi yang dikeluarkan dengan marah-marah, mengumpat, mencaci atau memaki tanpa henti kemudian pergi dari permasalahan untuk mengalihkan pikirannya justru tidak akan pernah membuat masalah jadi beres.

Bukankah bak tidak akan menjadi penuh jika meninggalkan masalah yang ada saat mengisinya? Jika ember yang digunakan untuk mengangkut air saat mengisi bak itu ternyata bocor, bukankah bocor itu bisa di tambal dengan caranya tersendiri? Karena aku pernah melihat ibuku menambal ember atau kenapa tidak ganti embernya?  (^_^) Lalu setelah itu, dia kan bisa kembali menyelesaikan tugas mengisi bak hingga penuh. Barulah dia bisa duduk santai atau pergi mengerjakan yang lain atau mungkin pergi kembali ke sungai untuk menikmati betapa segarnya air sungai saat mandi disana. 

Sungai yang tadinya tampak menyebalkan karena jaraknya yang begitu jauh dan bayangan menyiksa karena tugas yang membebani, bisa jadi tampak akan menyenangkan jika sungai itu di datangi tanpa beban tugas tadi. Jadi bukan sungainya yang bermasalah tapi pikiranmu saat mengujunginya lah yang jadi biang kerok.

Well, seperti apapun dirinya aku tetap mencintainya karena aku tahu dia sejatinya punya banyak kemampuan hanya saja dia belum menyadarinya. I love you Ononk, semoga kau temukan jalan terang itu dan mungkin aku bisa terus mencoba menjadi terang untukmu seperti kau menjadi terang untukku wahai lenteraku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar